Rabu, 28 September 2011

RESTRUKTURISASI KEGIATAN USAHA PERSEROAN TERBATAS DIKAITKAN DENGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT


BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

Memasuki era perdagangan bebas, persaingan usaha diantara perusahaan-perusahaan semakin tajam. Kondisi demikian menuntut perusahaan untuk selalu mengembangkan strategi perusahaan supaya dapat mempertahankan eksistensinya. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah melalui penggabungan usaha. Penggabungan usaha adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entity ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain atau memperoleh kendali atas aktiva dan operasi perusahaan lain. Penggabungan usaha pada umumnya dilakukan dalam bentuk merger, akuisisi, dan konsolidasi. Merger dan akuisisi merupakan suatu cara pengembangan dan pertumbuhan perusahaan. Keduanya merupakan alternatif investasi modal pertumbuhan secara internal atau organis. Dari waktu ke waktu perusahaan lebih menyukai pertumbuhan eksternal melalui merger dan akuisisi dibanding pertumbuhan internal.


  1. RUMUSAN MASALAH
  1. Ketentuan ketentuan seperti apa sajakah yang perlu diperhatikan oleh pelaku usaha (termasuk juga PT) sebelum dan/atau saat melaksanakan  merger, konsolidasi, dan akuisisi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat?
  2. Bagaimana dampak hukum dari restrukturisasi dalam menekan adanya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat?


BAB II
PEMBAHASAN

PENGATURAN MERGER, KONSOLIDASI, DAN AKUISISI PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

            Pengaturan merger, konsolidasi, dan akuisisi badan usaha (termasuk PT) di Indonesia menurut UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tidak banyak diatur dalam UU ini, namun terdapat beberapa ketentuan larangan dan ketentuan pidana yang perlu diperhatikan oleh pelaku usaha baik sebelum dan/atau saat menjalankan kegiatan merger, akuisisi, dan konsolidasi yaitu sebagai berikut[1]:
  • Pada pasal 28 Ayat (1) dan (2) memuat ketentuan bahwa Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat dan juga pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Singkatnya bahwa dalam ketentuan ini berisi ketentuan larangan mengenai monopoli dan atau persaingan usaha dalam kegiatan Merger dan akuisisi
  • Pada pasal 47 ayat (2) e , memuat ketentuan yang pada intinya dari pasal ini bahwa Merger dan Akuisisi yang mengakibatkan adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat dapat dibatalkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dimana komisi ini adalah lembaga independen yang dibentuk khusus untuk mengawasi adanya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain
Selain berisi ketentuan larangan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat, pada UU No. 5 Tahun 1999 juga memuat ketentuan pidana yaitu:

·         Pada pasal 48 ayat (1) terdapat kententuan pidana bagi badan usaha (termasuk juga PT) yang dalam menjalankan kegiatan usahanya (merger dan akuisisi) terbukti melanggar ketentuan pasal. 28, dengan diancam pidana denda min. Rp. 25 milyar dan max. Rp. 100 milyar atau pidana kurungan pengganti denda max. 6 bulan
Selain itu pada pasal 49, dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha atau larangan untuk menjadi direktur atau komisaris min. 2 tahun dan max. 5 tahun
·         Pelaku usaha yang telah melakukan Merger dan Akuisisi sebelum UU ini berlaku, yang melanggar UU ini diberi waktu s/d tanggal 5 September 2000 untuk penyesuaian (pasal. 52 ayat (1) dan (2)).

DAMPAK HUKUM  RESTRUKTURISASI DALAM MENEKAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Restrukturisasi usaha memberikan dampak hukum secara positif , dimana upaya ini dilakukan sebagai cara/strategi dalam meningkatan kinerja perusahaan serta membangun iklim persaingan usaha yang sehat.   Selain itu segi positif yang diberikan dari suatu restrukturisasi juga diantaranya: 

·   Secara internal, perusahaan dapat beroprasi secara lebih efisien, transparan, dan professional sehingga badan usaha dapat memberikan produk/layanan terbaik dengan harga yang kompetitif kepada konsumen.
·     Eksternal, upaya restrukturisasi dapat menekan adanya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

Segi positif dari restrukturisasi ini sejalan dengan tujuan dan ruang lingkupnya, yaitu dengan tujuan untuk[2]:
a.    Meningkatkan kinerja dari nilai perusahaan;
b.    Memberikan manfaat berupa deviden dan pajak kepada Negara;
c.    Menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif kepada konsumen;
d.    Memudahkan pelaksanaan privatisasi

Restrukturisasi usaha seperti penggabungan/merger, konsolidasi dan akuisisi merupakan pilihan-pilihan strategi restrukturisasi kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh suatu Perseroan Terbatas ditengah era perdagangan bebas dengan bentuk persaingan usaha yang semakin ketat yang mengarah pada persaingan usaha yang tidak sehat. Meskipun berbeda dari segi prosesnya, namun tindakan merger, konsolidasi, dan akuisisi Perseroan Terbatas pada intinya tidak berbeda yaitu tindakan dua atau lebih perusahaan untuk merestrukturisasi perusahaan.

Sebagai dampak dari restrukturisasi, kinerja perusahaan-perusahaan dalam memproduksi semakin meningkat dan sangat kompetitif, baik kompetitif dari segi kualitas maupun harga, sehingga setidaknya dapat menekan adanya praktek monopoli pada satu atau sekelompok perusahaan dikarenakan telah adanya suatu persaingan di dalam pasar (persaingan yang sehat). Dengan terciptanya efisiensi secara internal sebagai hasil restrukturisasi perusahaan, kegiatan usaha seperti diantaranya merger diharapkan bisa membawa keuntungan nyata bagi konsumen, dalam bentuk harga yang lebih rendah atau kualitas produk yang lebih baik.  Tindakan restrukturisasi juga perlu diimbangi dengan kesadaran akan komitmen untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat dan kompetitif yaitu dengan tidak mengarah pada peningkatan kekuatan pasar pada sekelompok perusahaan. Di dalam praktek, seringkali perusahaan melakukan merger dengan maksud selain untuk meningkatkan kualitas dan hasil produksi juga untuk menguasai pasar. Tindakan merger dalam hal untuk meningkatkan hasil dan kualitas produksi dapat dibenarkan sebatas merger tersebut tidaklah bermaksud menguasai kekuatan pasar pada satu atau sekelompok perusahaan. Dalam melakukan kegiatan usaha seperti diantaranya merger, para pelaku tetap harus memperhatikan larangan dalam pasal 28 UU No. 5 Tahun 1999.



[1]  Undang- Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
[2] Moch. Faisal Salam, Pemberdayaan Badan Usaha Milik Negara di Indonesia, Bandung: Pustaka, 2005, hal. 174

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
HUKUM © 2010 | Designed by Chica Blogger & editted by Blog Berita | Back to top