a. Definisi
Di Indonesia terminologi class action diubah menjadi Gugatan Perwakilan Kelompok. PERMA No. 1 Tahun 2002 merumuskan Gugatan Perwakilan adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dia atau dari dia mereka sendiri.[1]
Menurut Black’s law dictionary, Class action adalah sekelompok besar orang yang berkepentingan dalam suatu perkara, satu atau lebih dapat menuntut atau dituntut mewakili kekompok besar orang tersebut tanpa perlu menyebut satu peristiwa satu anggota yang diwakili.[2]
b. Unsur-Unsur Class Action
Dari beberapa definisi class action maka didapatkan unsur-unsur class action terdiri dari: [3]
1) Gugatan secara perdata
Gugatan dalam class action masuk dalam lapangan hukum perdata. Istilah gugatan dikenal dalam hukum acara perdata sebagai suatu tindakan yang bertujuan untuk memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk menghindari adanya upaya main hakim sendiri (eigenechting). Gugatan yang merupakan bentuk tuntutan hak yang mengandung sengketa, pihak-pihaknya adalah pengugat dan tergugat. Pihak disini dapat berupa orang perseorangan maupun badan hukum. Umumnya tuntutan dalam gugatan perdata adalah ganti rugi berupa uang.
2) Wakil Kelompok (Class Representative)
Adalah satu orang atau lebih yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya. Untuk menjadi wakil kelompok tidak disyaratkan adanya suatu surat kuasa khusus dari anggota Kelompok. Saat gugatan class action diajukan ke pengadilan maka kedudukan dari wakil Kelompok sebagai penggugat aktif.
3) Anggota Kelompok (Class members)
Adalah sekelompok orang dalam jumlah yang banyak yang menderita kerugian yang kepentingannya diwakili oleh wakil kelompok di pengadilan. Apabila class action diajukan ke pengadilan maka kedudukan dari anggota kelompok adalah sebagai penggugat pasif.
4) Adanya Kerugian
Untuk dapat mengajukan class action, baik pihak wakil kelompok (class repesentatif) maupun anggota kelompok (class members) harus benar-benar atau secara nyata mengalami kerugian atau diistilahkan concrete injured parties.
5) Kesamaan peristiwa atau fakta dan dasar hukum
Terdapat kesamaan fakta (peristiwa) dan kesamaan dasar hukum (question of law) antara pihak yang mewakili (class representative) dan pihak yang diwakili (class members).
1) Plaintiff Class Action dan Defendant Class Action
Dilihat dari para pihak yang saling berhadapan, di beberapa negara class action dapat dibagi menjadi dua jenis class action yaitu Plaintiff class action dan Defendant class action. Plaintiff class action adalah pengajuan gugatan secara perwakilan oleh seorang untuk kepentingan sendiri dan kepentingan kelompok dalam jumlah yang besar. Defendant class action adalah pengajuan gugatan secara perwakilan oleh seorang atau lebih yang ditunjuk untuk membela kepentingan sendiri dan kepentingan kelompok dalam jumlah yang besar. Negara-negara seperti Inggris, Australia, India, Amerika Serikat dan Kanada serta Indonesia menggunakan Defendant class action.
2) Public Class Action dan Private Class Action
Menurut kepentingan pihak yang dilindungi dan siapa yang berwenang menuntutnya, di negara bagian Ontario Kanada berdasarkan Ontario Law Reform Commission, gugatan class action dibagi menjadi Public class action dan Private
GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI DALAM PENGADILAN
A. Prinsip-Prinsip dan Persyaratan-Persyaratan dalam Pengajuan Gugatan Perwakilan Kelompok di Pengadilan
Sesuai dengan rumusannya, gugatan kelompok berisikan tuntutan melalui proses pengadilan yang diajukan oleh satu atau beberapa orang yang bertindak sebagai wakil kelompok. Adapun prinsip yang menjadi landasan utama konsep class action atau gugatan kelompok adalah : Pertama, prinsip numerousity merupakan faktor menandakan suatu gugatan dimaksud mewakili kepentingan suatu kelompok yang terdiri dari banyak orang. Kedua, prinsip commonality (kesamaan), yaitu prinsip kesamaan yang berkenaan dengan fakta atau dasar hukum dan kesamaan tuntutan hukum[5], lebih lanjut adanya kesamaan ditandai dengan a.n :
1. kesamaan kepentingan (same interest),
2. kesamaan penderitaan (same grievance) dan
3. kesamaan tujuan (same purpose)
Selanjutnya berdasarakan karakterisrik utama prosedur gugatan kelompok, Perma No. 1 Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok mengatur persyaratan formil dalam hal diajukannya suatu gugatan kelompok, sebagai berikut :
1. Adanya kelompok
Menurut hukum terwujudnya suatu kelompok harus terdiri dari sekian banyak perorangan (individu) sehingga mampu menampilkan diri atau dapat dipastikan sebagai suatu kelompok.[6] Kelompok sebagai satuan tersendiri, secara formil harus dapat didefinisikan secara spesifik atau dapat di identifikasi dengan jelas. Keberadaan kelompok dapat diketahui dengan :
a. Adanya anggota kelompok
Pasal 2 huruf a dan c Perma No. 1 Tahun 2002, berbunyi ”Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak hingga tidak efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam gugatan”. Jumlah anggota kelompok dalam perma tidak menentukan batas minimal maupun maksimal akan tetapi untuk memenuhi prinsip commonality dan numerousity, dalam gugatan, kelompok harus didefinikan dengan rinci dan spesifik yang penting dapat dengan mudah keberadaannya dikenali.
b. Adanya Perwakilan kelompok
Wakil kelompok dalam mengajukan gugatan bertindak untuk dan atas nama kelompok, boleh terdiri dari satu orang maupun beberapa orang Kedudukan wakil kelompok di hadapan hukum adalah sebagai kuasa (legal mandatory) dengan demikian wakil kelompok tidak memerlukan surat kuasa khusus.[7] Adapun syarat seseorang dapat dikatakan sebagai wakil kelompok a.n ; memiliki kejujuran dan memiliki kesungguhan melindungi kepentingan anggota kelompok.[8] Sedangkan bagi anggota yang menolak dapat dengan tegas menyatakan keluar dari kelompok (opt out) dan kepadanya tidak terikat putusan hakim.[9]
2. Kesamaan fakta atau dasar hukum
Kesamaan tersebut yang sama antar seluruh anggota dan wakil kelompok. Kesamaan tersebut harus bersifat substansial, yaitu kesamaan fakta atau kesamaan hukum yang dilanggar tergugat. Dimungkinkan terjadinya perbedaan dalam gugatan dan dapat diterima dengan pertimbangan perbedaan tersebut tidak prisipil dan substansial, artinya tidak berbeda dalam kenyataan hukum yang terdapat dalam gugatan.
3. Kesamaan tuntutan
Pasal 1 huruf b Perma No. 1 Tahun 2002, berbunyi, “Wakil kelompok adalah satu orang yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya”. Gugatan sebagai formulasi tuntutan merupakan pengejawantahan tujuan penuntutan itu sendiri oleh karena itu jika tujuan suatu penuntutan berbeda dengan yang lainnya maka dapat dikatakan berbeda pula formulasi gugatan. Untuk kepentingan gugatan kelompok, gugatan atau tuntutan harus didasari oleh kesamaan-kesamaan, misal kesamaan kerugian. Dengan adanya kesamaan tersebut memberikan hak bagi anggota kelompok untuk mengajukan tuntutan yang sama pula. Dapat berupa ganti rugi, permintaan maaf, pemulihan kerusakan dll.
1. Persyaratan umum berdasarkan hukum acara perdata
Mulai dari formulasi gugatan dan proses pemeriksaan selanjutnya sesuai dengan apa yang diatur dalam hukum acara perdata pada lazimnya (HIR/RBg).
2. Persyaratan khusus berdasarkan Perma
a. Dalam formulasi gugatan harus memuat ; identitas lengkap wakil kelompok, definisi kelompok secara rinci dan spesifik, keterangan tentang anggota kelompok (untuk pemberitahuan), posita dari seluruh anggota kelompok berikut wakilnya (dikemukakan dengan jelas dan rinci), penegasan perihal bagian atau sub kelompok, tuntutan ganti rugi.
b. Dalam proses pemeriksaan :
1. dapat dilakukan pemeriksaan awal, merupakan pemeriksaan syarat formil gugatan kelompok. Perihal adanya kelompok, wakil yang sah, adanya kesamaan fakta atau dasar hukum dan terdapat kesamaan jenis tuntutan.
2. Hakim dapat memberi nasihat sebelum melanjutkan pemeriksaan
3. Penetapan hasil pemeriksaan awal, gugatan kelompok apabila memenuhi syarat-syarat maka hakim membuat penetapan untuk melanjutkan pemeriksaan dan sebaliknya.
c. Pemeriksaan dilanjutkan sesuai ketentuan hukum acaraperdata.
B. Hak Gugat Perwakilan Kelompok dalam suatu Sengketa Konsumen
Class action yang dikenal sebagai gugatan kelompok di Indonesia jauh sebelum dikeluarkannya peraturan mahkamah agung no. 1 tahun 2002 telah lebih dahulu dipraktekkan. Praktek tersebut lazim dilakukan dalam hal pencemaran lingkungan dan perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup & UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Salah satu contohnya yaitu gugatan kelompok akibat pemadaman listrik selama 3 jam terhadap PLN. Class action dalam kedua undang-undang tidak di rumuskan secara rinci mengenai prosedur acara yang harus dipenuhi akan tetapi sifatnya hanya memberikan hak bagi lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk mengajukan tuntutan mengatasnamakan kepentingan yang diatur undang-undang (dalam hal ini kepentingan perlindungan lingkungan hidup dan perlindungan konsumen). Dengan catatan ketentuan tersebut tidak mengurangi hak-hak kelompok masyarakat lain atau anggota masyarakat yang dirugikan untuk mengajukan tuntutan serupa, sebab gugatan gugatan kelompok atau class action pada umumnya berbeda dengan gugatan kelompok LSM. Sedangkan untuk perkara-perkara lain diluar perkara lingkungan dan konsumen tetap dimungkinkan ditempuh prosedur gugatan kelompok ini. Setelah dikeluarkan Perma No. 1 Tahun 2002 tidak lagi menimbulkan keraguan untuk ditempuhnya prosedur ini.
Ketentuan Mengenai Class Action dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Class action yang dikenal sebagai gugatan kelompok di Indonesia jauh sebelum dikeluarkannya peraturan mahkamah agung no. 1 tahun 2002 telah lebih dahulu dipraktekkan. Praktek tersebut lazim dilakukan dalam hal pencemaran lingkungan dan perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup & UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Salah satu contohnya yaitu gugatan kelompok akibat pemadaman listrik selama 3 jam terhadap PLN. Class action dalam kedua undang-undang tidak di rumuskan secara rinci mengenai prosedur acara yang harus dipenuhi akan tetapi sifatnya hanya memberikan hak bagi lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk mengajukan tuntutan mengatasnamakan kepentingan yang diatur undang-undang (dalam hal ini kepentingan perlindungan lingkungan hidup dan perlindungan konsumen). Dengan catatan ketentuan tersebut tidak mengurangi hak-hak kelompok masyarakat lain atau anggota masyarakat yang dirugikan untuk mengajukan tuntutan serupa, sebab gugatan gugatan kelompok atau class action pada umumnya berbeda dengan gugatan kelompok LSM. Sedangkan untuk perkara-perkara lain diluar perkara lingkungan dan konsumen tetap dimungkinkan ditempuh prosedur gugatan kelompok ini. Setelah dikeluarkan Perma No. 1 Tahun 2002 tidak lagi menimbulkan keraguan untuk ditempuhnya prosedur ini.
Ketentuan mengenai class action di dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen diatur dalam Pasal 46 UUPK[1] yang menjelaskan bahwa yang dapat mengajukan gugatan dalam sengketa konsumen adalah:
a. Setiap konsumen yang dirugikan, ahli warisnya, baik berupa perseorangan maupun kelompok;
b. Lembaga konsumen swadaya masyarakat;
c. Pemerintah.
Dengan demikian, UUPK ini bermaksud memperkenalkan gugatan perwakilan (Class Action) dalam perlindungan konsumen.
[1] Pasal 46 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen berbunyi:
(1) Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:
a. seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
b. kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;
c. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
d. pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.
(2) Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c,atau huruf d diajukan kepada peradilan umum.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Pemerintah.