Kamis, 13 Januari 2011

HUBUNGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI


BAB I
PENDAHULUAN

          Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 merupakan dasar utama dalam terbentuknya suatu pemerintahan di daerah, disamping itu penerapan pasal 18 UUD 1945 ini pun merupakan cerminan demokrasi yang terlaksana dalam proses desentralisasi. Melihat pada bentuk Negara Indonesia yaitu Negara kesatuan dengan wilayahnya yang luas dan jumlah penduduknya yang banyak, maka tidak memungkinkan pemerintah pusat dapat secara efektif menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan tanpa melibatkan perangkat daerah, oleh karena itu pemerintah pusat menyerahkan beberapa kewenangannya kepada daerah otonom ataupun kepada alat kelengkapan/organ/ kepada instansi vertikal di wilayah tertentu melalui desentralisasi dan dekonsentrasi. Dengan menjalankan desentralisasi dengan pola pemencaran kekuasaan secara vertikal ini maka tercipta suatu hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hubungan antara pusat dan daerah dalam penerapan desentralisasi selalu terkait pada pembicaraan mengenai otonomi daerah. Sesuai dengan dasar pengertian otonomi bahwa suatu daerah otonom diberikan kemandirian/kebebasan dalam mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri, namun kemandirian/kebebasan itu tidaklah mutlak karena bahwasannya daerah pun masih membutuhkan campur tangan pemerintah pusat terutama dalam bidang pengawasan, keuangan, dan kewenangan. Selain bidang pengawasan, keuangan, dan kewenangan, dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bidang lain dalam pola hubungan antara pusat dan daerah yaitu dalam bidang pelayanan umum dan juga bidang pemanfaatan sumber daya alam. Campur tangan pemerintah pusat terhadap daerah otonom merupakan kaitan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Uraian lengkap mengenai hubungan pemerintah pusat dan daerah dalam bidang tersebut akan dijelaskan pada Bab selanjutnya dengan sedikit mengaitkan pada kerangka otonomi.  


BAB II
PEMBAHASAN

Daerah Otonom dan Campur Tangan Pemerintah Pusat Tidak Dapat Dipisahkan

            Daerah otonom yang merupakan suatu daerah dengan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah, berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Kewenangan ini tidak serta merta ada dan diberikan pada daerah otonom, melainkan telah diatur sebelumnya oleh UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Dalam UU tersebut disebutkan urusan-urusan pemerintah pusat dan daerah. Sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum, tentunya mereka akan menaati dan menjalankan Undang-undang. Berbicara mengenai otonomi maka berbicara pula mengenai sejauh mana kemandirian daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Tiap-tiap daerah memiliki tingkat kemandirian yang berbeda-beda. Bagi daerah otonom yang baru terbentuk, akan banyak sekali memerlukan campur tangan pemerintah pusat untuk mengembangkan atau menghidupkan daerah itu. Kemandirian daerah otonom sepenuhnya tidak seratus persen, dikarenakan ada beberapa urusan yang tidak dapat diurus oleh daerah (baik daerah otonom yang lama terbentuk ataupun baru terbentuk). Tidak dapat dipungkiri bahwa daerah pun masih memerlukan bantuan/ campur tangan pemerintah pusat, biasanya terkendala pada keuangan daerah yang pendapatan asli daerahnya (PAD) rendah, hanya mengandalkan pajak saja dirasa tidak akan cukup mandiri bagi suatu daerah. Campur tangan pemerintah pusat terhadap daerah otonom merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan karena UU No. 32 tahun 2004 secara eksplisit mengikat kedua hal ini seperti dalam hal tugas pembantuan, hubungan pengawasan, keuangan, kewenangan dsb. Jadi selain faktor nyata bahwa daerah memerlukan bantuan pemerintah pusat, UU No. 32 tahun 2004 pun mengikat secara eksplisit kedua hal ini yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.


Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Bidang Pengawasan

            Pada dasarnya kegiatan pengawasan ditujukan sebagai proses pemantauan terhadap pelaksanaan kerja, pemantauan terhadap pelaksanaan kebijakan, dan pemantauan terhadap hasil kerja bahkan dapat juga mendeteksi sejauhmana telah terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan kerja tersebut. Selain itu fungsi pengawasan pun lebih ditujukan untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. Dalam kaitannya dengan keuangan, pengawasan ditujukan untuk menghindari terjadinya korupsi, penyelewengan, dan pemborosan anggaran. Ditinjau dari hubungan pusat dan daerah dalam kerangka otonomi, pengawasan merupakan “pengikat” kesatuan agar kebebasan otonomi tidak bergerak jauh dengan kata lain untuk kontrol kebebasan berotonomi. Bentuk pengawasan dapat berupa pengawasan represif dan preventif. Pengawasan tersebut dalam kronologi perundang-undangan ada yang secara tegas mengatur ada pula yang belum mengaturnya. Dalam UU terdahulu yaitu UU No.1 tahun 1945 tidak (belum) mengatur pengawasan, baik represif maupun preventif. UU No.22 Tahun 1948 menentukan wewenang pengawasan represif ada pada presiden. UU No. 5 Tahun 1974 tidak mengatur dengan tegas organ pemerintahan yang berwenang melakukan pengawasan represif.
Pengawasan dalam bentuknya yang represif dan preventif tidak secara tegas dijelaskan dalam UU No. 32 tahun 2004, hanya saja ditemukan/disebutkan dalam pasal 218 bahwasanya pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah menurut ketentuan pasal 218 UU No. 32 tahun 2004, dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi:
a. Pengawasan atas pelaksanaan-urusan pemerintahan di daerah;
b. Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.
Untuk pengawasan penyelenggaraan pemerintahan secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah  untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Gubernur. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dikoordinasikan oleh Bupati/Walikota. Bupati dan walikota dalam pembinaan dan pengawasan  dapat melimpahkan kepada camat.


Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Bidang Keuangan

Di dalam kerangka otonomi, kemampuan suatu daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri tidak terlepas dari pandangan bahwa daerah harus sanggup/mampu untuk membiayai daerahnya sendiri. Kemampuan untuk membiayai/mendanai daerah sendiri merupakan tantangan yang harus dihadapi suatu daerah dalam penyelenggaraan otonomi. Dalam hal ini mendanai daerah sendiri untuk anggaran pembelanjaan daerah, menunjukkan bahwa daerah harus mempunyai sumber-sumber pendapatan sendiri. Sumber pendapatan daerah salah satunya dapat diperoleh dari pajak atau retribusi, namun sebagaimana telah disinggung pada bab sebelumnya, bahwa pajak atau retribusi saja dirasa tidak akan cukup mandiri bagi suatu daerah. Sumber-sumber lain pun harus didapat dari suatu daerah melalui pendapatan asli daerah (PAD) berupa perusahaan di daerah ataupun hasil yang didapat dari pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki daerah. Dalam hal suatu daerah dengan PAD rendah, tentunya akan sangat membutuhkan bantuan pemerintah pusat. Hubungan ini memang tidak dapat dipisahkan, namun dengan begitu tidak berarti daerah selalu ketergantungan dengan pemerintah pusat. Sejauhmana bantuan akan mempengaruhi kemandirian daerah, tergantung pada pola dan tujuan dari bantuan itu sendiri. Dalam hubungan ini, bantuan keuangan dari pusat kepada daerah dapat digolongkan dalam tiga ketegori utama yaitu:

1.    Bantuan bebas, maksudnya bantuan dari pusat hanya ditentukan jumlahnya, untuk selebihnya daerah bebas dalam hal peruntukan dan tata cara penggunaannya. Dalam kategori bantuan ini, sama sekali tidak mempengaruhi kemandirian daerah, namun kelemahannya, tidak ada arahan dalam penggunaan dana bantuan, sehingga terbuka lebar kemungkinan penyalahgunaan dana.

2.    Bantuan dengan pembatasan tertentu, maksudnya bantuan ditentukan peruntukannya secara umum oleh Pusat, untuk kemudian peruntukan secara khusus dan tata cara pemanfaatannya diserahkan sepenuhnya pada daerah. Dalam kategori bantuan ini, kebebasan suatu daerah sedikit dibatasi, namun dengan begitu segi positifnya pun dapat diterima karena peruntukan secara umum telah ditentukan oleh pusat sebagai arahan agar bantuan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu secara efektif dan efisien guna menjamin kegiatan daerah berjalan seirama dengan kebijaksanaan umum pemerintah pusat.

3.    Bantuan terikat, maksudnya bantuan telah ditentukan secara rinci peruntukan dan tata cara pemanfaatannya, sehingga dalam ketegori bantuan ini, tertutup kemungkinan kebebasan bagi daerah.

Disamping bantuan pemerintah pusat terhadap daerah, hubungan keuangan pusat dan daerah pun pada hakikatnya mencakup pembagian sumber pembiayaan antara pemerintah pusat dengan daerah. Berdasarkan asas desentralisasi semua urusan pemerintahan daerah dibiayai dari APBD, subsidi, bagi hasil dari pusat, berdasarkan asas dekonsentrasi dibiayai dari APBN dan berdasarkan asas tugas pembantuan dibiayai oleh pihak yang menugaskannya (APBN). Pasal 15 ayat (1) UU. No. 32 Tahun 2004, menyebutkan bahwa Hubungan  dalam   bidang  keuangan antara  Pemerintah   dan  pemerintahan daerah meliputi: 

a. Pemberian sumber-sumber keuangan  untuk   menyelenggarakan urusan  pemerintahan  yang  menjadi  kewenangan  pemerintahan daerah;
b.  Pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah;  dan 
c.  Pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah.
 
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan  Pemerintahan Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa : kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. 


Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Bidang Pemanfaatan Sumber Daya Alam

            Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa hubungan dalam bidang  pemanfaatan sumber   daya   alam  dan sumber daya lainnya antara Pemerintah pusat dan pemerintahan daerah meliputi: 

a. Kewenangan, tanggung jawab,  pemanfaatan,  pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian;
b.  Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan
c.  Penyerasian lingkungan dari tata ruang serta  rehabilitasi lahan. 

Dari yang telah disebutkan diatas, nampak jelas bahwa daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam, dalam hal kewenangan, tanggung jawab,  pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian melibatkan pula pemerintah pusat. Dan juga daerah mendapatkan Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya bersama dengan pemerintah pusat karena kedua pemerintah ini ikut andil dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam. Pemanfaatan sumber daya alam dapat diambil contoh pada Provinsi Bengkulu yang memiliki kekayaan SDA berupa Timah, hasil pemanfaatan timah ini akan juga menjadi pendapatan bagi daerah (Provinsi Bengkulu). Penulis mengkritisi kegagalan pemerintah pusat dalam hal pelestarian hutan di Kalimantan yang sudah parah sekali, dan sama sekali pemerintah pusat tidak berperan mengatasinya. Dalam hal ini menurut penulis tidak ada pola hubungan pusat dan daerah bidang pemanfaatan SDA bilamana pelestarian SDA saja tidak dilakukan pemerintah pusat.


Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Bidang Pelayanan Umum

         Bidang pelayanan umum menjadikan sorotan yang cukup penting dalam kajian otonomi. Daerah otonom dengan wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya, terkadang masih ditemukan bahwa pelayanan umum dalam daerah tertentu tidak memenuhi standar minimal pelayanan. Hal ini entah dikarenakan daerah yang tidak perduli ataukah tidak mampu (keterbatasan kemampuan) dalam menyediakan pelayanan umum yang maksimal. Bila diambil contoh yaitu dalam penyediaan pelayanan umum berupa rumah sakit, dimana terdapat fasilitas rumah sakit yang berbeda-beda, ada rumah sakit dengan fasilitas minim (dibawah standar), adapula yang lengkap. Selain bidang kesehatan, pelayanan umum bidang transportasi juga perlu diperhatikan seperti penyediaan halte, penyediaan akses jalan alternative agar memudahkan seseorang menuju daerah itu. Seharusnya pemerintah pusat memperhatikan hal-hal ini dan memfasilitasi serta turut mendanai penyelenggaraan pelayanan umum di daerah-daerah yang memerlukan penyediaan pelayanan umum agar lebih maksimal, efektif, dan menjamin kenyamanan masyarakat yang menikmatinya. Hubungan pemerintah pusat dan daerah di bidang pelayanan umum telah diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 pasal 16  ayat (1) yaitu meliputi: 

         a.   Kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal;
         b.   Pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah
         c.   Fasilitasi pelaksanaan kerja sama antar pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum.


BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa daerah otonom dengan hak otonominya dalam mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri tidaklah sepenuhnya mutlak dapat mandiri tanpa bantuan pemerintah pusat. Tanpa adanya pengawasan pemerintah pusat, bantuan keuangan bagi daerah dengan PAD rendah, daerah otonom itu sendiri tidak akan terarah dengan baik. Kalaupun memang daerah itu cukup mandiri, maka pemerintah pusat membantu sekedar untuk memfasilitasi ataupun pemerintah pusat tetap dapat melakukan Kontrol melalui pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan di daerah. Hubungan pemerintah pusat dan daerah telah terbentuk dan terikat oleh UU No. 32 Tahun 2004. Pemerintah pusat pun turut membantu dalam hal keuangan bagi daerah yang pendapatan asli daerahnya rendah. Pemerintah pun turut mengawasi melalui pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan didaerah, dsb. Pemerintah turut berperan bersama pemerintah daerah dalam pemanfaatan SDA meliputi pula pelestarian terhadap SDA itu sendiri.


Perbedaan Nama Domain dengan Merek


1.    Melihat pada fungsinya, pada nama domain menunjukan identitas dari pengguna (orang, badan usaha, Negara, dan/atau masyarakat) dapat berupa identitas secara personal, sedangkan pada Merek terlihat bahwa penggunaan merek tertuju bukan untuk kepentingan personal melainkan lebih tertuju kepada suatu kepentingan perusahaan. Seperti contohnya: Merek Brownies Amanda, kata “Amanda” disini digunakan untuk kepentingan usaha, bukan berarti nama pemilik (identitas personal) yaitu Amanda.
2.    Dilihat dari karakteristiknya bahwa untuk Nama Domain karakteristiknya terdiri atas susunan huruf dan angka dimana dalam cyber space susunan ini dinamakan digit, sedangkan untuk Merek karakteristiknya terdiri dari susunan gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, ataupun kombinasi dari unsur-unsur tersebut.
3.    Perbedaan lain antara Nama Domain dan Merek dapat dilihat dari segi tempat pendaftaranya yaitu pada Nama domain didaftarkan pada penyedia layanan pembuatan nama domain, sedangkan untuk Merek didaftarkan pada Dirjen HKI.
4.    Pada Nama Domain oleh karena yang didaftarkan sebatas digit, maka perlindungannya hanya untuk digit itu saja, sedangkan untuk Merek, haruslah didaftarkan mulai dari apakah yang didaftarkan kata-kata, gambar ataupun hanya warna saja, terkadang pemilik merek harus teliti bahwa semua unsurnya terdaftarkan. Bila ada salah satu unsur yang tidak didaftarkan, maka akan membuka kemungkinan pemilik merek lain memanfaatkan kelemahan itu untuk membuat efek kabur. Contohnya pada merek Aguaria dengan merek ternama Aqua dengan warna dan desain yang membuat kabur.
5.    Kemudian perbedaannya dapat dilihat dari pengadilan yang mengadili sengketa, yaitu untuk sengketa nama domain diadili di pengadilan umum atau bilamana menyangkut dua Negara atau lebih, diadili di pengadilan internasional, sedangkan untuk sengketa merek diadili di pengadilan Niaga.
6.    Perbedaan pun terlihat dari segi batas waktu, dimana untuk Nama Domain yaitu selama Domain name itu masih digunakan oleh penggunanya, untuk Merek tercantum jelas dalam pasal 28 UU No. 15 Tahun 2001 yaitu jangka waktunya 10 tahun dan dapat diperpanjang. 

Kamis, 06 Januari 2011

BERBELANJA AMAN DI DUNIA MAYA


PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi saat ini membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia, diantaranya perubahan seseorang dalam melakukan transaksi. Dengan kehadiran internet sebagai media penyalur dan mempermudah proses transaksi, kini seseorang taklagi harus repot seperti dalam hal berbelanja. Mekanisme berbelanja dahulu selalu membuat penjual dan pembeli bertemu disatu tempat barulah mereka bertransaksi, namun saat ini, melalui media internet, penjual dapat memasarkan barang/produknya melalui situs buatannya dengan membuka forum jual beli. Pembeli pun takharus repot datang ketempat penjual karena dengan hanya melihat situs penjual dan terjadi kecocokan dalam harga, barang, proses pembayaran, dan cara pengirimannya maka “online shopping” pun berlangsung.
Berbelanja secara online pun berkembang luas ke berbagai negara. Di Indonesia, sebagian besar mengira belanja online lebih banyak resikonya dibanding cara offline, mereka menginginkan keamanan yaitu dengan cara offline, atau dengan kata lain cara yang lebih menyenangkan karena bisa memilih produk atau sekalian “cuci mata” jika belanja di toko atau mall. Namun taksedikit juga orang memilih jalur belanja online dengan segala kemudahannya dengan pertimbangan waktu, ketersediaan barang, dan harga. Harga barang yang didapat dengan cara belanja online, bisa lebih murah dibanding cara offline, karena persaingan sempurna penjual didunia maya. Semakin murah harga semakin banyak juga orang yang mengunjungi situsnya untuk berbelanja. Berbelanja online pun aman dilakukan asalkan prosedur transaksi dilakukan dengan benar dan pembeli diharuskan teliti dan hati-hati memilih situs penjual, usahakan situs itu ada menampilkan label ‘certified secure’ dengan logo serta situs itu banyak dikunjungi dan tanpa masalah dalam transaksi.
Uraian lebih lanjut mengenai prosedur transaksi, masalah hukum yang mungkin terjadi, mitigasi masalah online shopping, dan aturan hukum yang diperlukan akan dibahas dengan jelas dan lengkap pada bagian pembahasan.

PEMBAHASAN

  • URAIAN PROSEDUR TRANSAKSI
Online shopping dapat berlangsung dengan mudah dan aman asalkan pembeli melakukan prosedur transaksi dengan benar, teliti, dan hati-hati. Berikut prosedur transaksi dimulai dari awal pencarian situs penjual, hingga proses pembayarannya.
Pertama, lakukan pencarian benda/produk yang anda inginkan dan pilihlah situs penjual yang terpercaya. Ada sejumlah situs besar –termasuk Google, Yahoo, MSN, Amazon dan CNET– yang menyediakan layanan pencarian dan akses ke berbagai situs berbelanja terpercaya. Selain berguna untuk membanding-bandingkan, setiap situs itu juga memiliki sistem rating berdasarkan kepuasan pembeli. Pastikan juga situs penjual menampilkan label ‘certified secure’ dengan logo atau sertifikat online yang muncul di situs atau saat Anda hendak membayar. Sertifikat yang bisa dipercaya, dikeluarkan oleh beberapa organisasi seperti Verisign. DigiCert dan Go Daddy.. Kemudian usahakan situs itu terpercaya dan ramai dikunjungi dan ratingnya pun memuaskan pelanggan.
Kedua, setelah ditentukan situs penjual yang terpercaya, maka prosedur berikutnya ialah  melihat display barang dan harga serta memastikan adanya garansi pada barang itu, dan mengenai harga juga perlu melihat ongkos pengirimannya.
Bila di situs itu ada seperti halnya kaskus, pilih penjual dengan list recommended seller, untuk mengurangi adanya penipuan.
Ketiga, yaitu sistem pembayaran, tahapan ini menjadi sorotan utama dalam hal tingkat kehati-hatian dan keamanannya. Beberapa situs penjual menawarkan sistem pembayaran dengan transfer ke rekening yang dituju, atau ada juga yang menawarkan secara cash on delivery. Untuk sistem transfer ke rekening usahakan menggunakan kartu kredit untuk mengatasi adanya pembobolan. Pembeli pun perlu hati-hati, setelah anda meng-klik barang maka anda diharuskan mengisi data-data yang disediakan diantaranya mengisi nama, alamat beserta kode pos nya, ataupun no.tep/hp, setelah selesai mengisi data maka akan ditampilkan no.rekening yang dituju untuk pembayarannya. Bila situs itu menggunakan jasa rekber (rekening bersama) akan lebih aman karena pembeli mentrasfer uang ke rekber, lalu dari rekber mengirimkan barang ke pembeli, setelah cocok dan tidak ada cacat tersembunyi pada barang itu, pembeli harus menuliskan testimoni ke rekber bahwa sudah diterima dan cocok, barulah rekber akan mentrasfer uang si-pembeli yang sudah ditransfer itu ke rekening penjual yang sebenarnya. Seperti halnya kaskus pun mengunakan jasa rekber yaitu piggybank yang sudah terkenal dan tanpa masalah dalam transaksi.
Cara lain dalam proses pembayaran yaitu Cash On Delivery, cara ini sudah pasti aman karena barang baru akan dibayar bila barang sudah sampai ke tangan pembeli, pembeli bebas melihat kondisi barangnya terlebih dahulu, biasanya cara ini memerlukan tatap muka antara penjual dengan pembeli ataupun antara kurir pengantar dengan pembeli, bila pembeli cocok maka uang dapat langsung dibayar kepada kurir pengantar. Namun jasa Cash On Delivery hanya dilakukan apabila daerah pembeli masih dapat dijangkau oleh penjual. Pembayaran juga dapat dilakukan baik menggunakan kartu debit, kartu kredit, PayPal, memotong pulsa pelanggan (untuk transaksi lewat HP), cek, maupun COD (Cash On Delivery).
            Keempat, adalah lakukan Trace & Tracking barang yang dikirim dengan cara mengecek nomor resi yang diberikan penjual ke situs ekspedisi yang kita pilih (kalau bisa pilih jasa pengiriman barang yang mempunyai fasilitas Trace & Tracking ini)

  • MASALAH-MASALAH HUKUM YANG MUNGKIN TERJADI
Online shopping membuka kemungkinan terjadinya masalah-masalah hukum. Beberapa masalah yang mungkin terjadi yaitu:
1.    Rentan aksi penipuan dimana banyak kasus ketika pembeli telah mengirim sejumlah uang yang disepakati, barang yang dibeli tidak dikirim
2.    Rentan aksi pembobolan rekening karena pembayaran dilakukan melalui internet.
3.    Kualitas barang yang diinginkan terkadang berbeda kualitasnya dengan yang tercantum di website.
4.    Rentan rusak atau pecah karena media pengiriman adalah pos.
5.    Marak aksi spamming karena setelah pembeli melakukan registrasi, penjual cenderung selalu mengirimkan katalog online melalui email pembeli dan hal ini cukup mengganggu privacy.

  • MITIGASI MASALAH
Melihat beberapa masalah (sebagaimana telah disebutkan diatas) yang terjadi dalam praktek, berbelanja di dunia maya atau online shopping, bagaikan dua sisi mata pedang, ada beberapa orang yang mendapatkan kenyamanan dan keamanan dari online shopping, dan ada juga orang yang kecewa ataupun dirugikan dalam proses berbelanja secara online ini. Rasa kecewa dan kerugian yang diderita seseorang, secara mayoritas dikarenakan adanya itikad buruk dari penjual yaitu diantaranya penjual tidak mengirim barang sedangkan uang sudah ditransfer, perbedaan kualitas barang yang diterima dengan kualitas barang yang tercantum di web, dll. Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi atau meminimalisir adanya masalah dalam transaksi online shopping, pembeli dapat melakukan cara berikut:
1.    Bila penjual tidak mengirim barang, sedangkan uang sudah ditransfer oleh pembeli, pembeli dapat dengan kritis memintai pertanggungjawaban penjual dengan cara melihat profil penjual (penjual yang baik akan dengan senang hati memberikan informasi identitas di situsnya) dan jika tercantum no.hp penjual, maka segeralah menghubunginya. Pembeli juga diharuskan mencetak segala bentuk transaksi yang tertuju ke rekening penjual atau mempunyai bukti fisik dari transfer uang itu. Bila pembeli adalah seseorang yang ahli informatika, maka identitas penjual dapat terlacak darimana id penjual itu berasal.
2.    Untuk mengurangi atau mengantisipasi aksi pembobolan rekening, pembeli disarankan menggunakan kartu kredit dalam transaksinya karena biasanya sistem pengamanan kartu kredit lebih kuat.
3.    Keluhan pembeli juga dirasakan saat barang sudah diterima yaitu kualitas dan kondisi barang tidak sesuai dengan apa yang tercantum dan diperjanjikan dalam web, dalam mengatasi hal semacam ini bilamana sistem pembayarannya Cash On Delivery, maka produk dapat dikembalikan, yang cukup sulit ialah ketika uang sudah ditransfer dan barang yang diterima kualitas dan kondisinya buruk, pembeli dapat menghubungi penjual kembali apakah penjual memberikan garansi barang (bila misalkan terjadi cacat dalam pengiriman) ataukah tidak. Masalah garansi barang, sebenarnya hal ini perlu diketahui oleh pembeli sebelum proses pembayaran dan pengiriman.
4.    Maraknya aksi spamming, dirasakan oleh pembeli yang mencantumkan alamat emailnya saat proses pengisian data. Hal ini sangat mengganggu privacy karena katalog online terus menerus menghujani emailnya sebagai spam. Untuk mengatasinya perlu memperhatikan hal berikut:
    * Carilah piranti lunak keamanan yang bukan hanya memberikan perlindungan dasar dari virus dan spyware, tapi juga membantu mendeteksi serangan berbahaya sebelum terjadi. Saat ini, sudah tidak cukup lagi mengandalkan solusi antivirus sederhana, namun juga harus ada firewall dua-arah, enkripsi password, toolbar anti-phishing dan update yang berkala.
    * Piranti lunak keamanan Anda harusnya mengandung fitur terbaru teknologi berbasis reputasi yang mampu mendeteksi malware dan melampaui kemampuan solusi keamanan tradisional. Juga selalu periksa layanan keamanan seperti Norton Safe Web yang memiliki komunitas pengguna web yang saling bergotong-royong melaporkan situs penipuan dan program jahat.

  • ATURAN HUKUM YANG DIPERLUKAN UNTUK PERSOALAN INI
                        Untuk masalah penipuan yaitu bahwa penjual tidak mengirim barang, maka timbul pertanyaan aturan hukum apa yang diperlukan untuk persoalan seperti ini. Aturan hukum khususnya di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) sebagai penyelesaian terhadap kasus semacam ini (wanprestasi dalam transaksi online). Untuk pembeli yang ingin menjerat penjual ke pengadilan untuk pertanggung jawaban terhadap itikad buruknya, maka pembeli dapat menjadikan hasil cetakan transaksi ke rekening penjual sebagai alat bukti dalam persidangan sebagaimana pasal 5 ayat 1 dan 2 UU ITE mengatur hal bahwa dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya adalah alat bukti yang sah dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai hukum acara yang berlaku di Indonesia.

KESIMPULAN 

Pada dasarnya online shopping ini memudahkan pembeli dalam hal akan memesan barang yang jauh dan takperlu repot harus mendatangi penjual karena semua mekanisme transaksi sudah dapat diterapkan secara online. Beberapa orang memang suka dengan belanja secara offline karena dirasa lebih aman ketimbang secara online, namun taksedikit juga orang yang menggunakan online shopping ini dengan segala kemudahan yang diterima. Meskipun cara online ini membuka kemungkinan terjadi masalah seperti penipuan, namun bila pembeli secara teliti memilih situs penjual yang dapat dipercaya dan memiliki serifikat, lalu pembeli berhati-hati dalam sistem pembayarannya, maka tidak akan timbul masalah. Jika memang permasalahan memungkinkan untuk diselesaikan didalam persidangan, maka takperlu khawatir karena bila penjual sudah terlacak dan tertangkap untuk dimintai pertanggungjawabannya, UU ITE Indonesia beserta KUHP dan KUHPer Indonesia dapat menjerat penjual untuk ganti rugi (dalam ranah perdata), atau dikenai penipuan (dalam pidana).
         
 
HUKUM © 2010 | Designed by Chica Blogger & editted by Blog Berita | Back to top