Pesatnya perkembangan
teknologi informasi membawa perubahan pada berbagai sisi kehidupan.[1]
Dengan teknologi informasi yang berkembang saat ini, maka akan memudahkan orang
untuk dapat mengetahui ataupun berkomunikasi dalam jarak jauh pada berbagai
belahan bumi secara seketika dalam hitungan detik sekalipun. Sarana yang dapat
digunakan mulai dari radio, televisi, telepon, telegram, dan yang terakhir
internet melalui jaringan komputer.
Kehadiran internet di
dalam pesatnya era informasi dan teknologi membawa perkembangan baru di dunia
bisnis dan perdagangan. Dalam
bidang perdagangan, internet
mulai banyak dimanfaatkan sebagai media aktivitas bisnis
terutama karena kontribusinya terhadap efisiensi. Tingkat pertambahan pengguna
internet yang sangat tinggi mengundang minat pelaku bisnis dan kemudian
menemukan model-model bisnis dan perdagangan yang dapat dilakukan di internet,
lewat suatu model yang disebut sebagai transaksi elektronik. Perdagangan secara elektronik memiliki
potensi yang sangat besar untuk menjadi kekuatan utama dalam meningkatkan
efisiensi sistem ekonomi global dengan menyediakan fasilitas antara penjual dan
pembeli.[2]
Salah satu contoh perkembangan dan kesuksesan bisnis yang berbasiskan internet yaitu
pelaksanaan lelang melalui internet.
Lelang merupakan suatu lembaga hukum yang sudah ada
pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan sejak masa pemerintahan Hindia
Belanda dahulu. Di Indonesia lelang secara resmi masuk dalam Perundang-undangan
sejak 1908, yaitu dengan diberlakukannya Vendu Reglement atau peraturan lelang (stb 1908 no.189 sebagaimana telah diubah
dengan dengan stb 1945 no 56) dan Vendu Instructie (instruksi lelang stb 1908
nomor 190) yang hingga sekarang masih berlaku berdasarkan Pasal II Aturan
peralihan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Lelang pada umumnya adalah suatu sarana untuk
mempertemukan penjual dan pembeli dengan tujuan menentukan harga yang wajar
bagi suatu barang. Menurut ketentuan Pasal 1 Vendu Reglement ordonansi 28 Februari 1908, menentukan
bahwa yang dimaksud dengan “penjualan umum” (openbare verkopingen) ialah pelelangan dan penjualan barang, yang
diadakan di muka umum dengan penawaran harga makin meningkat, dengan
persetujuan harga yang makin menurun atau dengan pendaftaran harga, atau di
mana orang-orang yang diundang atau sebelumnya sudah diberi tahu tentang
pelelangan atau penjualan, atau kesempatan yang diberikan kepada orang-orang
yang berlelang atau yang membeli untuk menawar harga, menyetujui harga atau
mendaftarkan.[1] Berdasarkan pengertian lelang tersebut dapat
diketahui bahwa lelang merupakan suatu proses yang sangat sederhana dan
merupakan suatu mekanisme pasar yang dipimpin
oleh pejabat lelang dengan cara penawaran lisan dan semakin naik atau semakin
menurun dan atau secara tertulis dan tertutup untuk memperoleh harga yang
optimal.
Pengaturan tentang lelang juga terdapat di dalam peraturan
menteri keuangan seperti diantaranya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
174/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas I dan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II. Kebijakan dimaksud
merupakan penyempurnaan dari ketentuan mengenai lelang sebelumnya dalam rangka
meningkatkan pelayanan lelang. Pada Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010
disebutkan bahwa setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan atau
dihadapan pejabat lelang kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan. Pejabat lelang sebagaimana dalam Pasal 1 butir 1 Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.06/2010 dan Nomor 175/PMK.06/2010 adalah orang
yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk
melaksanakan penjualan barang secara lelang. Pejabat Lelang Kelas I dan Kelas
II diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. Orang
yang diangkat sebagai Pejabat Lelang harus memenuhi persyaratan sebagaimana
diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.06/2010 dan Nomor
175/PMK.06/2010 diantaranya meliputi: a) Sehat jasmani dan rohani; b)
berpendidikan paling rendah Sarjana (S1) diutamakan bidang hukum dan ekonomi
manajemen/akuntansi; c) tidak pernah
dijatuhi hukuman pidana; d) lulus
pendidikan dan pelatihan (diklat) Pejabat Lelang; e) berpangkat paling rendah Pengatur
(Golongan II/c) untuk Pejabat Lelang Kelas I dan Penata (III/c) untuk Pejabat
Lelang Kelas II; f) memiliki kantor
Pejabat Lelang; g) tidak memiliki kredit
macet dan tidak termasuk dalam daftar orang tercela; g) memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Untuk menjadi peserta lelang, setiap peserta
harus menyetor uang jaminan penawaran lelang yang disetor melalui rekening
sesuai dengan pengumuman lelang atau tunai secara langsung kepada bendahara penerima
KP2LN/Pejabat Lelang pada setiap pelaksanaan lelang. Penawaran diajukan secara tertulis
dengan menyebut nama, alamat penawar, harga yang disanggupinya dan kemudian ditandatangani
oleh pihak penawar. Pada lelang yang menggunakan harga limit, pejabat lelang
dapat mensahkan penawar tertinggi sebagai pembeli apabila penawaran yang
diajukan telah mencapai atau melampaui harga limit.[4]
Setelah penawar tertinggi disahkan sebagai pembeli maka ia wajib melakukan
pelunasan kewajibannya membayar objek lelang. Hak dan kewajiban baik penjual maupun pembeli lahir ketika telah ada
kesepakatan barang dan harga. Bagi penjual, hak dan kewajiban yang utama yaitu
berhak menerima pembayaran dan wajib menyerahkan hak milik atas barang yang
diperjualbelikan serta wajib menanggung kenikmatan tenteram atas barang dan
menanggung cacat-cacat yang tersembunyi. Sedangkan bagi pembeli, hak dan
kewajiban yang utama yaitu berhak atas penyerahan barang dari penjual serta
wajib membayar harga pembelian barang tersebut.[5]
Seiring dengan penggunaan media Internet yang semakin
luas dalam bidang perdagangan, mekanisme lelang kini dapat dilakukan dengan
menggunakan media internet. Pelaksanaan lelang melalui internet dikenal dan
juga diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 1 bahwa lelang adalah
penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis
dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi,
yang didahului dengan pengumuman lelang. Kemudian dalam Pasal 57 ayat (2)
menyatakan dalam hal penawaran lelang tidak langsung secara tertulis, peserta lelang
mengajukan penawaran dengan menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi antara lain: LAN (local
area network), Intranet, Internet,
pesan singkat (short message service/SMS), dan faksimili. Berdasarkan
ketentuan pasal tersebut, maka definisi dan mekanisme penawaran lelang telah
mendapat perluasan, khususnya dari sudut media yang digunakan untuk
menyelenggarakan lelang. Lelang bukan lagi hanya penjualan barang yang terbuka
untuk umum secara langsung, melainkan juga secara tidak langsung melalui media
elektronik salah satunya yaitu internet.
Lelang melalui internet
termasuk kedalam jenis lelang non eksekusi dikarenakan pelaksanaannya tidak
didahului/ berdasar putusan pengadilan. Lelang non eksekusi terbagi atas non
eksekusi wajib dan non eksekusi sukerala. Cara melakukan penawaran lelang melalui
internet dilakukan secara tidak langsung dan tertulis. Penawaran lelang tidak
langsung dalam lelang noneksekusi sukarela melalui Internet menurut ketentuan
Pasal 57 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010, setidak-tidaknya harus
memenuhi ketentuan yaitu harus menggunakan perangkat lunak yang khusus untuk penyelenggaraan
lelang melalui Internet dengan harga semakin meningkat, peserta lelang yang sah
mendapatkan nomor peserta lelang dan sandi akses (password), penawaran dilakukan
secara berkesinambungan sejak waktu yang ditetapkan sampai dengan penutupan
penawaran sebagaimana disebutkan dalam pengumuman lelang, nilai limit bersifat terbuka/
tidak rahasia dan harus ditayangkan dalam situs, peserta lelang dapat
mengetahui penawaran tertinggi yang diajukan oleh peserta lelang lainnya secara
berkesinambungan, dan pejabat lelang mengesahkan penawar tertinggi sebagai pembeli
berdasarkan cetakan rekapitulasi yang diproses perangkat lunak lelang melalui
Internet pada saat penutupan penawaran.
Lelang melalui internet di dalam dunia perdagangan secara
elektronik (e-commerce) dikenal dengan istilah electronic auction (e-auction). Dalam IJCSNS (International Journal
of Computer Science and Network Security) e-auction diartikan sebagai berikut:[2]
“An
electronic auction is
an element of
electronic commerce which uses
the internet for
procurement. E-auction has
been a popular method
for retailing and
purchasing products and services online. E-auction is an
electronic commerce (EC) technology for
trading merchandise and
services across a
global e-marketplace using
web-services.”
E-Auction adalah layanan lelang
electronik untuk penjualan dan pengadaan barang antar perusahaan (Business to
Business) berbasis web (internet).[3]
E-Auction atau lelang melalui internet memiliki beberapa kelebihan atau
karakteristik tersendiri sebagaimana disebutkan dalam Journal of Consumer Psychology yaitu:[4]
“Electronic auctions on the Internet have
several distinguishing characteristics, which explain their growing popularity.
First, online auctions eliminate the geographical limitation of many
traditional auctions, enabling people from all over the world to participate in
any auction. Second, in terms of duration, Internet auctions can last for
several days (usually a week) and allow asynchronous bidding, which gives both
sellers and bidders more flexibility. Third, these web sites can run auctions
at substantially lower operational costs than traditional auction houses and
can thus charge lower commission fees and attract more sellers and buyers.
These characteristics of online auctions account for their growing popularity
as a way to buy and sell goods and services.”
Terjemahan: Lelang
Elektronik melalui internet memiliki beberapa karakteristik yang membedakan
sesuai dengan perkembangan. Pertama, lelang melalui
internet menghilangkan batasan
geografis
lelang
tradisional,
memungkinkan orang
dari seluruh dunia
untuk berpartisipasi dalam lelang.
Kedua, dari segi
durasi,
lelang Internet
dapat berlangsung selama beberapa hari (biasanya
seminggu)
yang memberikan baik
penjual dan penawar
lebih fleksibel. Ketiga, biaya operasional
jauh lebih
rendah dari lelang
tradisional, membebankan biaya komisi
yang lebih
rendah, dan menarik
lebih banyak
penjual dan
pembeli.
[1] Rochmat Soemitro, Peraturan dan Instruksi Lelang, Bandung:Eresco,
1987, hlm 1
[2]
Hameed Ullah Khan, et.al.
“Theoritical Model for e-Auction”, International
Journal of Computer Science and Network Security, IJCSNS VOL.12 No.4, 2012,
hlm 116
[3] Aras Nur, “Peranan e-Auction Dalam Pelelangan Barang dan atau Jasa”, <http://mandorkawat2009.wordpress.com/2009/10/10/peranan-e-auction-dalam-pelelangan-barang-dan-atau-jasa/>, diunduh pada [16/07/2012]
[4] Dan Ariely and Itamar Simonson,
“Buying, Bidding, Playing, or Competing? Value Assessment and Decision Dynamics
in Online Auctions”, Journal of Consumer Psychology, Vol. 13,
No. 1, Consumers in Cyberspace, 2003, hlm. 114
[1] Mieke Komar Kantaadmadja, et.al., “Cyber Law: Suatu Pengantar”, Pusat Studi Cyber Law Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran, ELIPS, 2002, hlm. 28
[2] Teguh Raharjo, “Kejahatan Lelang online”, <http://teguhraharjo.wordpress.com/2012/02/08/kejahatan-lelang-online/>,
diunduh pada [03/06/2012]
[3] Sutarjo, Pelelangan
Dalam Rangka Eksekusi
Oleh Pengadilan Negeri
Dan PUPN, Serta Aspek-Aspek Hukum Yang Timbul Dalam
Praktek, Makalah Penyuluhan Lelang, Medan, 1995, hlm. 22
[4] Abdul Manan, ‘Eksekusi dan Lelang dalam
Hukum Acara Perdata’, Makalah Hakim Agung dalam Rakernas 2011, Jakarta 18
September 2011, hlm 12
[5] Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: Alumni, 1975, hlm. 30