Selasa, 13 November 2012

Hapusnya Perikatan



Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan. Sepuluh cara tersebut adalah :

1. Pembayaran
Pembayaran adalah setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela. Yang wajib melakukan pembayaran bukan hanya pihak yang berutang (debitur) saja, tetapi juga pihak lain yang berutang dan penanggung utang (borg). Dalam pasal 1332, pihak ketiga dapat membayar utang asalkan pihak ketiga tersebut bertindak atas nama pihak yang berutang atau bertindak atas namanya sendiri dengan tidak mengganti hak-hak pihak yang berutang. Dalam jual beli, tidak hanya pihak pembeli saja yang melakukan pembayaran tetapi pihak penjual juga dikatakan membayar saat menyerahkan barang yang dijualnya.

2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
Cara ini dilakukan saat pihak yang berpiutang (kreditur) menolak pembayaran. Prosedur untuk menghapus perikatan dengan cara ini adalah sebagai berikut :
Uang atau barang yang ditawarkan sebagai pembayaran ditawarkan kepada notaries atau jurusita pengadilan. Notaris atau jurusita ini membuat peincian uang atau barang yang akan dibayarkan dan menemui kreditur di tempat tinggalnya. Jika kreditur menyukai pembayaran tersebut, maka proses pembayaran selesai dan perikatan hapus. Tetapi jika kreditur menolak pembayaran tersebut, kreditur akan diminta untuk menandatangani berita acara. Dan jika kreditur tidak menolak menandatangani berita acara tersebut, penolakan tersebut akan dicatat oleh notaris atau jurusita pengadilan. Tanda tangan dan catatan tersebut akan digunakan sebagai bukti bahwa kreditur menolak pembayaran. Debitur kemudian mengajukan permohonan agar pengadilan mengesahkan penawaran pembayaran yang telah dilakukan. Setelah permohonan tesebut disahkan, uang dan barang disimpan kepada panitera pengadilan negeri dan hapuslah utang dari si debitur.

3. Pembaruan utang atau novasi
Ada tiga macam jalan untuk melakukan novasi menurut pasal 1413 KUH Perdata, yaitu :
a) Debitur membuat suatu perikatan utang piutang baru dengan kreditur, yang menggantikan utangnya yang lama.
b) Ada debitur baru yang ditunjuk untuk menggantikan debitur yang lama (debitur ini dibebaskan dari perikatannya yang lama).
c) Apabila sebagai akibat adanya perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur yang lama.

4. Perjumpaan utang atau kompensasi
Perjumpaan utang atau kompensasi ini merupakan suatu cara penghapusan utang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan utang-piutang secara timbal balik antara kreditur dan debitur.

5. Pencampuran utang
Pencampuran utang ini terjadi saat kedudukan sebagai debitur dan kreditur berkumpul pada satu orang. Misalnya : seorang debitur menjadi ahli waris tunggal dari surat wasiat (testament) yang dibuat oleh kreditur.

6.      Pembebasan utang
Pembebasan utang adalah suatu cara penghapusan utang dengan kreditur
secara tegas menyatakan bahwa dirinya tidak menghendaki lagi prestasi dari debitur dan melepaskan haknya dari pembayaran atau pemenuhan perjanjian. Pembebasan utang ini tidak boleh dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan.

7. Musnahnya barang yang terutang
Hapusnya perikatan dengan cara ini terjadi saat objek perjanjian musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang sehingga tidak dapat lagi diketahui barang tersebut masih ada atau tidak. Musnahnya, tidak dapatnya diperdagangkan lagi, atau hilangnya objek perjanjian harus terjadi diluar kekuasaan debitur.

8. Batal atau pembatalan
Perjanjian menjadi dapat dibatalkan jika di dalam perjanjian tidak terpenuhi syarat subjektif yaitu kesepakatan para pihak dan kecakapan bertindak. Perjanjian yang menjadi batal demi hukum berarti dalam perjanjian tersebut tidak terpenuhi syarat objektif yaitu mengatur suatu hal tertentu dan adanya sebab yang halal. Batal demi hukum berarti perjanjian secara otomatis berakhir dan keadaan kembali ke keadaan semula sebelum adanya perjanjian.
Dengan tidak terpenuhinya syarat-syarat perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, perjanjian menjadi berakhir. Dalam hal perjanjian dapat dibatalkan, perjanjian tidak secara otomatis berakhir, diperlukan suatu pembatalan dari salah satu pihak terlebih dahulu.

9. Berlakunya suatu syarat batal
Dalam hukum perjanjian, pada dasarnya suatu syarat batal berlaku surut hingga saat lahirnya perjanjian. Syarat batal adalah suatu syarat yang jika terpenuhi akan mengakibatkan terhentinya perjanjian dan segala sesuatu kembali ke keadaan semula seolah-olah tidak terjadi perjanjian (pasal 1265 KUH Perdata).

10. Kadaluarsa atau lewatnya waktu
Kadaluarsa menurut pasal 1946 KUH Perdata adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.

Prosedur Lelang



Uraian secara sederhana prosedur pelaksanaan lelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dengan tahapan sebagai berikut:[1]

a.    Permohonan lelang dari Pemilik Barang/Penjual
Pihak penjual mengajukan permohonan lelang secara tertulis ditujukan kepada KPKNL. Penjual harus segera melengkapi surat permohonan lelangnya dengan dokumen-dokumen/bukti-bukti hak dan kewenangannya menjual barang secara lelang. Selain itu Penjual dapat menetapkan syarat-syarat penjualan lelang asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan lelang yang berlaku.
b.    KPKNL menetapkan tanggal/hari dan jam lelang
Setelah kantor lelang meneliti permohonan lelang beserta dokumen kelengkapannya tersebut dan memperoleh atas legalitas subyek dan objek lelang, maka kantor lelang (KPKNL) akan menetapkan waktu dan tempat lelang.
c.    Pengumuman lelang di surat kabar harian
Maksud dan tujuan dari Pengumuman Lelang adalah agar dapat diketahui oleh masyarakat luas sebagai upaya mengumpulkan peminat. Penjualan secara lelang wajib didahului dengan Pengumuman Lelang yang dilakukan oleh Penjual. Pengumuman Lelang berdasarkan Pasal 42 PerMenKeu Nomor 93/PMK.06/2010 paling sedikit memuat:
1)    identitas Penjual;
2)    hari, tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan lelang dilaksanakan;
3)    jenis dan jumlah barang;
4)    lokasi,  luas  tanah,  jenis  hak  atas  tanah,  dan  ada/tidak adanya  bangunan,  khusus  untuk  barang  tidak  bergerak berupa tanah dan/atau bangunan;
5)    spesifikasi barang, khusus untuk barang bergerak;
6)    waktu dan tempat melihat barang yang akan dilelang
7)    Uang Jaminan Penawaran Lelang  meliputi besaran,  jangka waktu, cara dan tempat penyetoran, dalam  hal dipersyaratkan adanya Uang Jaminan Penawaran Lelang;
8)    Nilai Limit, kecuali Lelang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya dari   tangan pertama dan Lelang Noneksekusi Sukarela untuk barang bergerak;
9)    cara penawaran lelang; dan
10)  jangka waktu Kewajiban Pembayaran Lelang oleh  Pembeli.
Pengumuman  Lelang  terbit pada hari kerja KPKNL dan tidak menyulitkan peminat lelang melakukan penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang. Penjual  dapat  menambah  Pengumuman  Lelang  pada  media lainnya guna mendapatkan peminat lelang seluas-luasnya.
d.    Peserta lelang menyetorkan uang jaminan ke rekening KPKNL
Uang jaminan lelang harus sudah efektif diterima paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang. Uang jaminan penawaran lelang dibebankan kepada pihak Peserta Lelang dengan besaran yang ditentukan oleh Penjual paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari Nilai Limit dan paling banyak sama dengan Nilai Limit. Ketentuan mengenai besaran uang jaminan penawaran lelang disebutkan dalam Pasal 32 PerMenKeu Nomor 93/PMK.06/2010. Uang jaminan penawaran merupakan prasyarat sebelum melakukan lelang dan hal ini dimaksudkan agar peserta lelang merasa terikat karena uang jaminan akan hilang apabila peserta yang ditunjuk sebagai Pembeli melakukan wanprestasi,  sehingga  dapat dihindarkan dari adanya peserta yang tidak sungguh-sungguh berminat mengikuti lelang atau yang hanya main-main.
e.    Pelaksanaan lelang oleh Pejabat Lelang dari KPKNL
Pejabat lelang adalah orang yang berdasarkan undang-undang berwenang melaksanakan lelang. Setiap pelaksanaan lelang    (berdasarkan Pasal 1a Vendu Reglement dan Pasal 2 PerMenKeu Nomor 93/PMK.06/2010) harus dilakukan oleh    dan/atau dihadapan  Pejabat  Lelang  kecuali  ditentukan  lain  oleh Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah. Lelang tetap dilaksanakan walaupun hanya diikuti oleh 1 (satu) orang peserta lelang dan dalam pelaksanaan lelang, Pejabat Lelang dapat dibantu oleh  Pemandu Lelang. Penawaran lelang dilakukan secara tertulis dalam amplop tertutup dan diserahkan pada saat pelaksanaan lelang. Dalam hal terdapat nilai penawaran yang sama diantara peserta lelang, maka penawaran lelang akan dilanjutkan secara lisan naik-naik terhadap penawar tertinggi yang sama tersebut.
Peserta lelang/kuasanya harus hadir pada saat pelaksanaan lelang dengan terlebih dahulu melakukan registrasi. Bagi peserta yang memberikan kuasa kepada pihak lain, harus disertai dengan Akta Kuasa Notariil. Peserta Lelang yang teregistrasi wajib menyampaikan penawaran paling sedikit sama dengan harga limit, bila penawaran kurang dari harga limit, maka bersedia dimasukkan dalam daftar hitam peserta lelang. Dalam hal penawaran tertinggi dalam lelang telah sesuai dengan kehendak Penjual, maka barang akan dilepas dan Pejabat Lelang akan menetapkan penawar tertinggi sebagai Pemenang Lelang/Pembeli. Namun, dalam hal penawaran tertinggi ternyata belum mencapai harga jual yang dikehendaki (Harga Limit), maka Pejabat Lelang akan menetapkan bahwa obyek lelang akan ditahan atau tidak ditunjuk pemenangnya, kecuali Penjual setuju untuk melepaskan barang tersebut.
f.     Pemenang lelang membayar harga lelang kepada KPKNL
Pemenang lelang harus menyelesaikan pelunasan pembayaran paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang, dan apabila pembayaran tidak dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan, maka jaminan lelang seluruhnya menjadi Hak Negara dengan disetorkan ke Kas Umum Negara. Pada dasarnya Pembeli membayar uang pembelian lelang secara kontan, namun apabila menggunakan cheque, maka sebelum cheque tersebut dikliring dan hasil kliringnya dinyatakan baik oleh pihak Bank. Pejabat Lelang diwajibkan menyetorkan uang hasil lelang ke rekening Penjual dalam waktu 1 x 24 jam setelah diterimanya pelunasan uang hasil lelang dari Pembeli.
g.    Bea Lelang disetorkan ke Kas Negara oleh KPKNL
Bea lelang Pembeli yang dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan Pemerintah tentang Bea Lelang, Staatsblad 1949-390, yaitu 9% untuk barang bergerak dan 4,5% untuk barang tidak bergerak, dan uang miskin dipungut berdasarkan Pasal 18 Vendu Reglement sebesar 0,7% untuk barang bergerak dan 0,4% untuk barang tidak bergerak. Dilain pihak kepada Penjual juga dipungut Bea Lelang, yaitu 3% untuk barang bergerak dan 1,5% untuk barang tidak bergerak dihitung dari Pokok Lelang. Kepada Penjual tidak dikenakan Uang Miskin
h.    Hasil bersih lelang disetor ke pemohon lelang
Dalam hal pemohon lelang/pemilik barang adalah instansi pemerintah maka hasil lelang disetorkan ke Kas Negara. Kemudian KPKNL menyerahkan dokumen dan Petikan Risalah Lelang sebagai bukti untuk balik nama dan sebagainya.



[1]Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, “Prosedur Lelang”,  <http://www.djkn.depkeu.go.id/pages/prosedur-lelang.html>, diunduh pada [09/10/2012]

Asas Hukum Perjanjian



a.    Asas Kebebasan Berkontrak
Hukum perjanjian dikatakan menganut sistem terbuka karena hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian, asalkan tidak melanggar hukum (undang-undang), agama, ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal-pasal dari hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap (optional law), yang berarti bahwa mereka diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari Pasal-Pasal hukum perjanjian. Mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian-perjanjian yang mereka buat itu. Asas ini dalam hukum perjanjian dikenal dengan asas kebebasan berkontrak (contractvrijheid). Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa:
“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”
Kata “semua” mengandung arti meliputi seluruh perjanjian, baik yang bernama maupun yang tidak bernama dalam undang-undang. Asas kebebasan berkontrak (contractvrijheid) berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa” dan dengan “siapa” perjanjian itu diadakan.

b.    Asas Konsensualisme
Asas ini terdapat pada kata “dibuat secara sah” dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Maksud dari kata “dibuat secara sah” adalah dibuat menurut syarat-syarat perjanjian yang ada dalam Pasal 1320 KUHPerdata, khususnya pada butir 1 mengenai syarat kata sepakat para pihak dalam perjanjian. Adapun menurut A. Qirom Syamsudin M, asas konsesualisme mengandung arti bahwa:[1]
“dalam suatu perjanjian cukup ada kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian itu, tanpa dikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat formal.”
Perjanjian itu sudah mengikat sejak tercapainya kata sepakat mengenai pokok perjanjian.

c.    Asas Itikad Baik
Asas itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata. Maksud itikad baik disini adalah bertindak sebagai pribadi yang baik. Itikad baik dalam pengertian yang sangat subjektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang, yaitu yang terletak pada seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum sedangkan itikad baik dalam pengertian obyektif yaitu bahwa pelaksanaan suatu perjanjian itu harus didasarkan pada norma kepatutan atau sesuatu yang dirasa sesuai dengan yang patut dalam masyarakat. Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) merupakan itikad baik yang objektif yaitu itikad baik saat pelaksanaan perjanjian. Unsur itikad baik hanya diisyaratkan dalam hal “pelaksanaan” dari suatu kontrak, bukan pada “pembuatan” suatu kontrak karena unsur “itikad baik” dalam hal pembuatan suatu kontrak (itikad baik subjektif) sudah dapat dicakup oleh unsur  “sebab yang halal” dari Pasal 1320 tersebut.

d.    Asas Kekuatan Mengikat
Asas kekuatan mengikat ini dapat diketahui di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Maksud dari kata “berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” adalah isi dari perjanjian harus dianggap sebagai undang-undang yang mengikat bagi mereka. Jadi para pihak terikat untuk melaksanakan isi perjanjian yang mereka buat.

e.    Asas Kepribadian
Asas kepribadian adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat perjanjian hanya untuk kepentingan para pihak saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 KUH Perdata yang dirumuskan sebagai berikut:
“Pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, kecuali untuk dirinya sendiri”
Pasal 1315 KUH Perdata ini dipertegas dengan rumusan Pasal 1340 KUH Perdata:
“Perjanjian-perjanjian hanya berlaku di antara pihak-pihak yang membuatnya”
Kedua Pasal tersebut menerangkan bahwa pada dasarnya perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang membuatnya, sehingga tidak boleh seseorang melakukan perjanjian yang membebani pihak ketiga. Pihak ketiga tidak memiliki kepentingan dalam perjanjian yang dibuat oleh pihak lain, sehingga dia tidak boleh dibebankan untuk harus melakukan sesuatu atas perjanjian yang dibuat pihak lain.



[1] A. Qirom Syamsudin M, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Yogyakarta: Liberty, 1985, hlm. 20
 
HUKUM © 2010 | Designed by Chica Blogger & editted by Blog Berita | Back to top