Kamis, 09 Agustus 2012

Letter of Credit (L/C)

A. PENDAHULUAN

Transaksi perdagangan luar negeri yang lebih dikenal dengan istilah ekspor-impor pada hakikatnya adalah suatu transaksi jual beli barang yang melibatkan pihak-pihak yang berlokasi di negara yang berbeda. Lokasi yang berjauhan antara pembeli (importir) dan penjual (eksportir) yang pada umumnya keduanya belum saling mengenal dapat menimbulkan resiko tersendiri dimana pertukaran uang dengan barang tidak dapat dilakukan pada saat yang sama sebagaimana apabila jual beli dilakukan dimana pembeli dan penjual dapat berhadapan langsung. Permasalahannya adalah apakah importir percaya untuk mengirimkan uang terlebih dahulu kepada eksportir sebelum barang diterima dan sebaliknya apakah eksportir bersedia mengirimkan barang sebelum pembayaran diterima.
Dalam praktek perdagangan luar negeri, terdapat berbagai macam cara pembayaran, antara lain:

-     Advance Payment (Pembayaran dimuka)
Dalam sistem pembayaran ini pembeli/importir membayar dimuka (pay in advance) kepada penjual/eksportir sebelum barang-barang dikirim oleh eksportir.

-     Open Account (Pembayaran Kemudian)
Merupakan kebalikan dari Advance Payment, yaitu dimana pembayaran dilakukan pada suatu waktu setelah barang diterima oleh importir.

-    Collection (Penagihan)
Dalam sistem pembayaran ini eksportir akan mengirim dokumen ekspor, termasuk wesel melalui Bank untuk ditagihkan kepada importir.

-    Consignment (Konsinyasi/Penitipan)
Pengiriman barang oleh eksportir kepada importir sebagai titipan untuk dijualkan oleh importir kepada pihak lainnya dan pembayarannya oleh pihak lainnya ini dilakukan langsung kepada eksportir. Apabila barang tidak terjual maka akan dikembalikan kepada eksportir.

-    Letter of Credit (“L/C”)
L/C merupakan janji membayar dari Issuing Bank kepada Beneficiary/Eksportir/penjual yang mana pembayarannya hanya dapat dilakukan oleh Issuing Bank jika Beneficiary menyerahkan kepada Issuing Bank dokumen-dokumen yang sesuai dengan persyaratan L/C.
Dalam perdagangan internasional, cara pembayaran yang dipilih sangat bergantung pada bargaining power dari penjual dan pembeli dikaitkan dengan resiko yang mungkin terjadi pada mereka. Dari kelima mekanisme pembayaran tersebut di atas, mekanisme pembayaran dengan mempergunakan L/C lebih memberikan keamanan baik bagi importir maupun eksportir.
L/C sebagai alat pembayaran sangat disukai secara internasional karena unsur janji pembayaran dari Issuing Bank, sehingga penjual/eksportir merasa aman mengirimkan barangnya, dilain sisi pembeli merasa aman dalam melaksanakan pembayaran karena pembayaran hanya akan dilakukan oleh Issuing Bank apabila dokumen yang mewakili barang yang dibeli sesuai dengan persyaratan L/C.
Dari kelima cara pembayaran tersebut di atas, yang dilakukan melalui bank adalah cara pembayaran Collection dan penerbitan L/C.


B.  DASAR HUKUM

Bank Indonesia dalam Surat Edaran No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 tentang Uniform Customs And Practice For Documentary Credits 1993 Revision-International Chamber of Commerce Publication No. 500 (“UCP”) mengatur bahwa jika dalam penerbitan L/C disepakati untuk menerapkan UCP maka dalam L/C – nya harus secara tegas mencantumkan penundukan pada UCP. Dengan demikian, walaupun tidak mewajibkan suatu L/C harus tunduk pada UCP, namun Bank Indonesia mendukung agar UCP dipergunakan dalam praktek penerbitan L/C oleh bank-bank umum.
Sedangkan UCP sendiri bukan merupakan suatu produk hukum dari legislatif ataupun yudikatif dan pada dasarnya merupakan kompilasi dari kebiasaan dan praktek  perdagangan internasional dengan menggunakan L/C. UCP bertujuan menciptakan keseragaman praktek L/C secara internasional. UCP merupakan pedoman dalam pelaksanaan L/C sehingga sejauh mungkin dapat dihindari perbedaan atau kesalahan penafsiran  diantara para pihak yang bertransaksi.
UCP pertama kali diterbitkan oleh International Chamber of Commerce (“ICC”) pada tahun 1933 dan telah beberapa kali mengalami perubahan dan yang terakhir diubah pada tahun 1993; Uniform Customs and Practice for Documentary Credits 1993 Revision – International Chamber of Commerce atau yang lebih dikenal dengan “UCP 500”. Pemberlakuan ketentuan UCP atas suatu transaksi L/C harus secara tegas dinyatakan dalam L/C itu sendiri.

C.  PIHAK-PIHAK DALAM TRANSAKSI L/C

Pada umumnya pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi L/C adalah:
-   Pemohon (Applicant)
Adalah pihak yang memohon untuk diterbitkan L/C yang dalam hal ini umumnya adalah pembeli/importir.
-   Bank Penerbit (Issuing Bank)
Adalah bank yang atas permintaan Applicant menerbitkan L/C.
-   Penerima (Beneficiary)
Adalah pihak kepada siapa L/C diterbitkan/diperuntukkan yang dalam hal ini adalah eksportir.
-   Bank Penerus (Advising Bank)
Bank yang melakukan otentikasi atas L/C yang diterima dan menginformasikan Beneficiary mengenai penerimaan L/C tersebut.
-   Bank yang ditunjuk (Nominated Bank)
L/C seperti melakukan negosiasi (selanjutnya disebut Negotiating Bank), melakukan konfirmasi (selanjutnya disebut Confirming Bank) dan lain-lain.
-   Bank Penegosiasi (Negotiating Bank)
Bank yang melakukan negosiasi/pengambil-alihan atas dokumen ekspor dan karenanya membayar terlebih dahulu kepada Beneficiary dan untuk selanjutnya menagih pembayaran kepada Issuing Bank.
-   Bank Pengkonfirmasi (Confirming Bank)
Bank yang memberikan konfirmasi atau jaminan kepada Beneficiary apabila Issuing Bank tidak melakukan pembayaran sebagaimana yang diperjanjikan dalam L/C. 

D.  MEKANISME PEMBAYARAN DENGAN L/C

Applicant mengajukan permohonan kepada Issuing Bank untuk menerbitkan L/C dalam rangka transaksi pembelian barang dari penjual/eksportir.
Issuing Bank menerbitkan L/C yang ditujukan kepada Beneficiary melalui Advising Bank di negara dimana Beneficiary berlokasi.
Advising Bank akan melakukan otentikasi atas kebenaran penerbit L/C dan selanjutnya   memberitahukan Beneficiary mengenai telah diterimanya L/C untuk kepentingan Beneficiary.
Beneficiary akan mempersiapkan barang dan dokumen(-dokumen) yang diperlukan sesuai dengan L/C yang diterima serta menyerahkan dokumen tersebut kepada Nominated Bank.
Nominated Bank akan menerima dokumen dari Beneficiary dan meneruskannya kepada Issuing Bank.
Issuing Bank akan memeriksa dokumen yang diterima apakah telah memenuhi seluruh persyaratan dari L/C. Apabila telah memenuhi seluruh persyaratan L/C, maka Issuing Bank melakukan pembayaran kepada Beneficiary.
Issuing Bank menagih pembayaran kepada Applicant dan setelah pembayaran diterima menyerahkan dokumen kepada Applicant
Applicant dengan menggunakan dokumen yang diterima dari Issuing Bank mengeluarkan barang dari pelabuhan.

E. HUBUNGAN HUKUM

-   Hubungan Hukum Applicant dan Issuing Bank

Dalam rangka merealisasikan cara pembayaran sebagaimana diatur dalam sales contract, pembeli akan mengajukan permohonan kepada Issuing Bank agar Issuing Bank menerbitkan L/C untuk kepentingan penjual. Dengan demikian hubungan hukum antara Applicant dan Issuing Bank didasarkan pada kontrak yang dinamakan permintaan penerbitan L/C. Jika Issuing Bank setuju untuk melaksanakan permohonan Applicant, Issuing Bank akan menerbitkan L/C tersebut. Isi dari L/C tidak boleh menyimpang dari kondisi sebagaimana disyaratkan dalam permohonan penerbitan L/C.
Permohonan penerbitan L/C juga terpisah dari sales contract barang. Permohonan penerbitan L/C ini hanya mengikat Applicant dan Issuing Bank yang pada intinya berisi bahwa Issuing Bank berjanji untuk menerbitkan L/C karena Applicant berjanji akan membayar kembali sejumlah L/C kepada Issuing Bank.
Permohonan penerbitan L/C diatur oleh hukum nasional masing-masing negara yang dalam hal tertentu dapat berbeda dari satu negara terhadap negara lainnya.

-    Hubungan Hukum Issuing Bank dan Beneficiary

Hubungan hukum antara Issuing Bank dan Beneficiary lahir atas dasar L/C yang diterbitkan oleh Issuing Bank yang disetujui Beneficiary. Sebelum L/C disetujui oleh Beneficiary, maka L/C merupakan kontrak sepihak dari Issuing Bank yang tidak mengikat Beneficiary. Persetujuan Beneficiary terhadap L/C diwujudkan melalui pengajuan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam L/C kepada Issuing Bank.
Sepanjang tidak diatur secara khusus dalam L/C itu sendiri, maka hak dan kewajiban Issuing Bank dan Beneficiary diatur dalam UCP, dalam hal ini apabila L/C menundukkan diri pada UCP. Untuk hal-hal yang tidak diatur dalam L/C maupun UCP akan tunduk pada hukum nasional sebagaimana ditentukan dalam L/C atau apabila tidak ditentukan hukum nasional yang berlaku maka apabila terjadi sengketa akan tunduk pada hukum nasional yang ditentukan oleh hakim berdasarkan teori penentuan hukum yang berlaku.

-    Hubungan Hukum Issuing Bank dan Advising Bank

Hubungan hukum antara Issuing Bank dan Advising Bank didasarkan pada instruksi Issuing Bank kepada Advising Bank yang disetujui Advising Bank. Hubungan hukum ini pada intinya merupakan hubungan keagenan dimana Advising Bank bertindak sebagai agen dari Issuing Bank untuk meneruskan L/C yang diterbitkan oleh Issuing Bank kepada Beneficiary.
Mengingat Advising Bank tidak memiliki kewajiban untuk selalu meneruskan L/C yang diterimanya, maka Advising Bank wajib segera memberitahukan Issuing Bank apabila ia tidak berkenan atau tidak setuju untuk meneruskan L/C kepada Beneficiary. Hal demikian sebagaimana dinyatakan dalam pasal 7 a UCP yang berbunyi:
A Credit may be advised to a Beneficiary through another bank (the “Advising Bank”) without engagement on the part of the Advising Bank, but that bank, if it elects to advise the Credit, shall take reasonable care to check the apparent authenticity of the Credit which it advises. If the bank elects not to advises, it must so inform the Issuing Bank without delay.”
Hak dan kewajiban Issuing Bank dan Advising Bank sepanjang tidak diatur secara khusus dalam L/C maka akan tunduk pada ketentuan UCP. Sebagai Advising Bank saja bank ini tidak berkewajiban untuk melakukan pembayaran, negosiasi atau akseptasi terhadap wesel Beneficiary, kecuali Issuing Bank secara khusus meminta Advising Bank untuk melakukan itu.
Jika Advising Bank dalam L/C dimintakan juga untuk menambahkan konfirmasinya, maka Advising Bank tersebut juga melaksanakan fungsi sebagai Confirming Bank yang mempunyai kewajiban yang sama dengan Issuing Bank yaitu melakukan pembayaran, negosiasi atau akseptasi. Konsekuensinya, Confirming Bank wajib melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang diajukan oleh Beneficiary.

-    Hubungan Hukum Advising Bank dan Beneficiary

Hubungan hukum antara Advising Bank dan Beneficiary tergantung pada fungsi yang dilakukan oleh Advising Bank sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam L/C. Advising Bank dapat berfungsi sebagai Advising Bank semata, bank pengkonfirmasi, bank penegosiasi, bank pembayar atau bank pengaksep.
Dalam hal Advising Bank murni menjalankan fungsinya sebagai Advising Bank, maka kewajibannya terhadap Beneficiary hanyalah terbatas pada penerusan L/C termasuk perubahannya. Oleh karena itu Beneficiary tidak dapat menuntut pembayaran L/C dari Advising Bank. Tetapi dalam hal Advising Bank bertindak sebagai Confirming Bank maka ia memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran atas L/C. Jika Advising Bank ditunjuk sebagai bank penegosiasi maka Advising Bank dapat melakukan pembelian terhadap dokumen yang diserahkan kepada Issuing Bank oleh Beneficiary.

F.    KARAKTERISTIK

-    L/C sebagai Kontrak
L/C merupakan janji membayar dari Issuing Bank kepada Beneficiary yang mana pembayarannya hanya dapat dilakukan oleh Issuing Bank jika Beneficiary menyerahkan kepada Issuing Bank dokumen-dokumen yang sesuai dengan persyaratan L/C.
Dengan demikian L/C merupakan kontrak antara Issuing Bank dengan Beneficiary dan oleh karenanya mengikat Issuing Bank sejak diberitahukannya kepada Beneficiary. Sebaliknya L/C tidak mengikat Beneficiary sampai ia menyerahkan dokumen kepada Issuing Bank atau bank yang ditunjuk untuk menerima dokumen.

-   L/C sebagai kontrak yang berdiri sendiri
L/C secara hukum merupakan kontrak yang berdiri sendiri, terlepas dari kontrak/perjanjian yang mendasarinya yaitu kontrak/perjanjian jual beli. Hal demikian sebagaimana dinyatakan dalam pasal 3 UCP:
“Credits, by their nature, are separate transactions from the sales or other contract(s) on which they may be based and banks are in no way concerned with or bound by such contract(s), …
Perjanjian jual beli yang dibuat oleh importir/pembeli dan penjual/eksportir merupakan dasar dari importir/pembeli untuk mengajukan permohonan penerbitan L/C pada Issuing Bank. Namun demikian UCP mengatakan bahwa kontrak tersebut harus terpisah dari transaksi L/C-nya. Kewajiban pembayaran L/C oleh Issuing Bank semata-mata dikaitkan dengan pemenuhan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam L/C dan Issuing Bank dalam hal ini hanya berhubungan dengan dokumen, tidak dengan barang sebagaimana dijelaskan dalam pasal 4 UCP:
In Credit operations all parties concerned deal with documents, and not with goods, services and/or other performances to which the documents may relate
Dari pasal 3 dan 4 UCP tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa pembayaran L/C hanya ditentukan oleh pemenuhan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam L/C, tidak oleh barang, jasa atau pelaksanaannya. Hambatan pelaksanaan kontrak jual beli tidak boleh menghalangi pelaksanaan L/C. Sepanjang semua dokumen yang disyaratkan dipenuhi, L/C wajib dibayar terlepas dari kenyataan bahwa barang impor tidak sesuai dengan perjanjian jual beli.
Realisasi dari pasal 3 UCP mencerminkan prinsip independensi dari L/C dan realisasi dari pasal 4 UCP mencerminkan prinsip bahwa bank  hanya berurusan dengan dokumen. Kedua prinsip ini membuat L/C mempunyai harga istimewa dalam transaksi ekspor impor.

G.  DOKUMEN-DOKUMEN DALAM TRANSAKSI L/C

Syarat pembayaran L/C adalah diterimanya dokumen-dokumen yang sesuai dengan yang disyaratkan dalam L/C. Dalam pelaksanaannya, para pihak yang terkait, termasuk bank-bank yang terlibat didalamnya (Issuing Bank, Negotiating Bank, Confirming Bank), hanya berurusan dengan dokumen-dokumen saja, sebagaimana diatur dalam pasal 4 UCP:
In Credit operations all parties concerned deal with documents, and not with goods, services and/or other performances to which the documents may relate.
Oleh karena itu bank harus melakukan penelitian atas dokumen-dokumen sebagai dasar untuk menentukan apakah suatu L/C dapat dibayar atau tidak. Dalam melakukan pemerikasaan dokumen berpedoman pada UCP. Pasal 13 a UCP menyatakan:
Banks must examine all documents stipulated in the Credit with reasonable care, to ascertain whether or not they appear on their face to be in compliance with the terms and conditions of the Credit. Compliance of the stipulated documents on their face with terms and conditions of the Credit, shall be determined by international standard banking practice as reflected in these Articles. Documents which appear on their face to be inconsistent with one another will be considered as not appearing on their face to be incompliance with the terms and conditions of the Credit. Documents not stipulated in the Credit will not be examined by banks. If they receive such documents, they shall return them to the presenter or pass them on without responsibility.”
Bank hanya memiliki waktu 7 hari perbankan untuk melakukan pemeriksaan dokumen dan menentukan sikap mengambil alih atau menolak dokumen serta memberitahu pihak pengirim mengenai pengambil-alihan atau penolakan dokumen. Hal demikian sebagaimana diatur dalam pasal 13 b UCP;
The Issuing Bank, the Confirming Bank, if any, or a Nominated Bank acting on their behalf, shall each have a reasonable time, not to exceed seven banking days following the day of receipt of the documents, to examine the documents and determine whether to take up or refuse the documents and to inform the party from which it received the documents accordingly.
Selanjutnya, bank tidak bertanggungjawab atas bentuk, kecukupan, akurasi, keaslian ataupun legalitas dari setiap dokumen yang diajukan kepadanya. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam pasal 15 UCP sbb:
Banks assume no liability or responsibility for the form, sufficiency, accuracy, genuineness, falsification or legal effect of any document(s), or for the general and/or particular conditions stipulated in the document(s) or superimposed thereon; nor do they assume any liability or responsibility for the description, quantity, weight, quality, condition, packing, delivery, value or existence of the goods represented by any document(s), or for the good faith or acts and/or omissions, solvency, performance or standing of the consignors, the carriers, the forwarders, the consignees, or the insurers of the goods, or any other person whom so ever.”
Pada sisi lain, pasal 13 UCP menyatakan bahwa bank wajib untuk memeriksa dokumen untuk memastikan bahwa dokumen-dokumen tersebut sesuai dengan persyaratan L/C.
Dokumen-dokumen yang disyaratkan dalam L/C bervariasi tergantung pada keinginan para pihak. Namun pada umumnya terdapat tiga jenis dokumen yang disyaratkan dalam L/C, yaitu faktur dagang (commercial invoice), Dokumen transportasi dan dokumen asuransi (insurance document).

-    Faktur Dagang

Faktur dagang merupakan dokumen utama yang menerangkan uraian barang secara rinci. Pasal 37 a UCP menyatakan:
Unless otherwise stipulated in the credit, commercial invoice:
  1. Must appear on their face to be issued by the Beneficiary named in the credit (except as provided in article 48), and
  2. Must be made out in the name of Applicant (except as provided in sub-article 48), and
  3. III.  Not to be signed.
Jadi, apabila L/C tidak mensyaratkan lain, faktur dagang harus diterbitkan oleh Beneficiary dan ditujukan kepada Applicant serta tidak perlu ditandatangani.
Faktur dagang harus memuat uraian barang secara lengkap dan benar sesuai dengan uraian barang dalam L/C. Sedangkan dalam dokumen lainnya barang dapat diuraikan dengan menggunakan terminologi yang umum. Hal demikian sebagaimana diuraikan dalam pasal 37 c UCP, yang berbunyi:
The description of the goods in the commercial invoice must be correspond with the description in the Credit. In all other documents, the goods may be described in general terms not inconsistent with the description of the goods in the Credit.
Selanjutnya mengenai nilai atau jumlah dari faktur dagang haruslah tidak melebihi nilai L/C-nya. Apabila nilai invoice melebihi nilai L/C-nya maka bank dapat menolak invoice tersebut. Namun demikian apabila bank telah dikuasakan untuk membayar sejumlah nilai L/C, maka ia tidak wajib membayar selebihnya dari nilai invoice.
Mengenai jumlah barang, apabila L/C tidak menentukan lain maka toleransi yang diperbolehkan adalah  lebih kurang 5%. Namun perbedaan jumlah ini tidak dapat dijadikan dasar dalam memperhitungkan nilai invoice.

-    Dokumen Transportasi

Dokumentasi pengangkutan yang sering dijumpai dalam perdagangan antar negara adalah bill of lading. Bill of lading adalah dokumen pengangkutan yang ditandatangani oleh pengangkut atau agennya yang menyatakan bahwa barang telah dikapalkan dengan kapal tertentu dengan suatu tujuan yang khusus serta mencantumkan syarat-syarat pengangkutan.
Bill of lading memiliki 3 fungsi:
  1. Tanda terima barang oleh pemilik kapal;
  2. Kontrak pengangkutan barang antara pengirim dan pengangkut;
  3. Dokumen kepemilikan (title of document).
Jenis dokumen transportasi lainnya dikaitkan dengan sifat dan/atau jenis pengangkutannya seperti ocean bill of lading, non-negotiable sea waybill, charter party bill of lading, multimodal transport document, air transport document, road, rail or inland waterway transport document, courier and post receipt dll.

-    Dokumen Asuransi
Dalam UCP pasal 34, dokumen asuransi antara lain memuat hal-hal sebagai berikut:
  1. Polis diterbitkan dan ditandatangani oleh perusahaan asuransi atau underwriter atau agen mereka;
  2. Apabila diterbitkan lebih dari satu dokumen asli (original), maka seluruhnya harus diserahkan kepada Issuing Bank, kecuali diatur lain dalam L/C;
  3. Cover note yang diterbitkan oleh perantara (broker) tidak dapat diterima kecuali diatur lain dalam L/C;
  4. Dokumen asuransi dengan kondisi open cover dapat diterima kecuali L/C menentukan lain;
  5. Dokumen asuransi harus telah berlaku selambatnya pada saat barang dimuat dalam kapal, kecuali L/C menentukan lain;
  6. Dokumen asuransi diterbitkan dalam valuta yang sama dengan L/C, kecuali L/C menentukan lain.
Minimum jumlah penutupan asuransi adalah 110% dari harga barang dengan kondisi CIF (Cost, Insurance and Freight) atau CIP (Cost Insurance Paid). Bila harga CIF atau CIP tidak dapat ditentukan maka jumlah penutupan asuransi adalah 110% dari jumlah pembayaran, akseptasi atau negosiasi yang diminta dalam L/C atau 110% dari jumlah kotor yang tertera dalam invoice, mana yang lebih besar jumlahnya.

-    Wesel (Draft)

Wesel adalah sebuah alat pembayaran yang merupakan perintah yang tidak bersyarat dalam bentuk tertulis yang ditujukan oleh seseorang kepada orang lain, ditandatangani oleh orang yang menariknya (Drawer) dan mengharuskan orang yang dialamatkan atau tertarik (Drawee) untuk membayar pada saat diminta atau pada suatu waktu tertentu di kemudian hari, sejumlah uang pada orang tertentu (Order) atau  kepada pemegang wesel tersebut (Payee).
Wesel atau dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan draft atau bill of exchange dalam transaksi L/C disertai dengan dokumen sehingga sering disebut sebagai documentary draft.

H.  KLASIFIKASI L/C

L/C berdasarkan dapat atau tidaknya diubah/dibatalkan, dibedakan menjadi:

-   Revocable L/C
Revocable L/C adalah L/C yang dapat diubah atau dibatalkan setiap waktu oleh Issuing Bank tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Beneficiary. Namun demikian Issuing Bank wajib melakukan pembayaran kepada Nominated Bank yang telah melakukan pembayaran, akseptasi ataupun negosiasi apabila pembayaran, akseptasi ataupun negosiasi tersebut telah dilakukan sebelum Nominated Bank menerima pemberitahuan mengenai perubahan atau pembatalan L/C dari Issuing Bank.

-   Irrevocable L/C
Sebaliknya irrevocable L/C adalah L/C yang tidak dapat diubah atau dibatalkan tanpa persetujuan Beneficiary. Irrevocable L/C merupakan janji pasti dari Issuing Bank untuk membayar L/C sepanjang dokumen-dokumen yang diajukan sesuai dengan persyaratan L/C.
Berdasarkan availability of payment, UCP membedakan L/C sebagai berikut :

-   Sight Payment L/C
Sight payment  L/C adalah L/C yang pembayarannya dilakukan secara tunai. Jika Issuing Bank menerbitkan sight payment L/C, maka Nominated Bank diinstruksikan untuk melakukan pembayaran atau mengatur pembayaran kepada Beneficiary pada saat pengajuan dokumen yang memenuhi persyaratan L/C.

-   Deferred Payment L/C
 Deferred Payment L/C adalah L/C yang pembayarannya dilakukan dikemudian hari. UCP tidak mengatur lebih jauh mengenai jenis L/C ini. Dalam jenis L/C ini tidak mensyaratkan wesel sebagai salah satu dokumen yang wajib diajukan dalam rangka pembayaran L/C.

-   Acceptance L/C
Acceptance L/C adalah L/C yang pembayarannya secara berjangka. L/C dibayar pada saat jatuh tempo pembayaran, bukan pada saat pengajuan dokumen. Dalam prakteknya L/C jenis ini dikenal juga dengan istilah Usance L/C dimana jangka waktu pembayaran umumnya dihitung sejak pengapalan barang yang dibuktikan dengan tanggal pengapalan pada transport dokumen.

-   Negotiation L/C
Negotiation L/C adalah L/C yang pembayarannya diperoleh dari bank yang melakukan pengambilalihan (membeli) dokumen yang diajukan. Mengenai pengertian negotiation atau pengambil-alihan atau pembelian UCP memberi pengertian, sebagaimana dapat dilihat dalam pasal 10 b ii UCP yang berbunyi sebagai berikut:
“Negotiation means the giving of value for Draft(s) and/or document(s) by bank authorized to negotiate. Mere examination of the documents without giving of value does not constitute a negotiation.” 

I.   PILIHAN HUKUM

UCP tidak mengatur pilihan hukum untuk menyelesaikan kasus L/C. Dengan menundukkan diri pada UCP para pihak hanya menundukkan diri pada ketentuan yang terdapat pada UCP yang pada umumnya hanya terkait dengan prosedur pelaksanaan L/C.
Berkenaan dengan hal-hal yang tidak diatur dalam L/C, para pihak dapat menentukan pilihan hukum nasional suatu negara tertentu. Hal demikian sebagaimana dinyatakan ICC:
Because of its incorporation into the Documentary Credit, the UCP governs Documentary Credit primarily, but not solely. Courts and arbitrations tribunals often apply the UCP because it is the most universally followed set of customary Documentary Credit rules and because it is perceived as being quite close to the level of perfection permitted by the ‘laws’ of international compromise. However, it must be recognized that incorporation of the UCP into the Documentary Credit does not prevent a court from applying its country national law.”

Dalam hal tidak ditentukan hukum nasional yang berlaku, maka hakim akan menerapkan prinsip-prinsip hukum perdata international dalam menetapkan hukum yang berlaku.
Dengan demikian, pilihan hukum, baik menyangkut governing law (hukum negara yang berlaku) ataupun jurisdiction (badan peradilan yang berwenang) dapat ditentukan sebagai berikut:
  1. Ditentukan di awal atau disepakati dalam kontrak; atau
  2. Ditentukan kemudian, setelah ditetapkanya kontrak atau setelah terjadi dispute, melalui putusan hakim atau arbitrator, dengan memperhatikan azas ketertiban umum, asas hukum perdata internasional dan hukum kebiasaan internasional.
Pilihan governing law dari suatu negara yang akan ditetapkan para pihak yang dituangkan dalam suatu kontrak akan mengacu pada azas kebebasan berkontrak, sebagai azas dasar yang mengatur hubungan keperdataan dari para pihak yang melakukan hubungan hukum yang bersifat perdata.
Azas kebebasan berkontrak sendiri di Indonesia diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata, yang mana ditetapkan bahwasanya segala bentuk perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak akan berlaku sebagai undang-undang. Pilihan hukum hendaknya ditetapkan sejak awal dalam kontrak untuk memudahkan dan memberi kepastian hukum bagi para pihak, dalam hal terjadi dispute. Dalam penentuan governing law sangat dipengaruhi oleh bargaining power masing-masing pihak yang terlibat dalam transaksi L/C.
Apabila pilihan hukum tidak dinyatakan secara tegas, maka hakim yang akan menetapkan governing law berdasarkan beberapa teori dalam hukum perdata internasional, yaitu:

-    Lex loci contractus.
Berdasarkan teori ini pilihan hukum didasarkan pada tempat L/C dibuat, yang dengan demikian akan diberlakukan hukum negara dari Issuing Bank;

-    Lex loci solutionis.
Berdasarkan teori ini pilihan hukum didasarkan pada tempat kontrak dilaksanakan, yang dalam hal ini   meliputi penerbitan dan pembayaran L/C yang semuanya dilaksanakan di negara Issuing Bank. Dengan demikian hukum negara yang dipilih adalah hukum negara dari Issuing Bank;

-    The closest and most real connection atau  The most characteristic connection
Berdasarkan teori ini pilihan hukum didasarkan pada keterkaitan yang paling dekat dan nyata dengan transaksi atau pada prestasi yang paling karakteristik. Berdasarkan teori ini, keterkaitan yang paling nyata dan paling dekat ditemukan di negara Issuing Bank, yaitu berupa tempat diterbitkannya L/C, tempat dilakukannya perubahan L/C, tempat dilaksanakannya pemeriksaan dokumen dan tempat dilaksanakannya pembayaran L/C. Namun, pemberlakuan hukum negara Beneficiary juga dimungkinkan apabila penerusan L/C, pemeriksaan dokumen, pembayaran L/C dilakukan di negara Beneficiary.
Dalam prakteknya, dari ketiga teori di atas, teori ketiga yang umumnya dipergunakan. 

J.  PILIHAN YURISDIKSI

Yurisdiksi merupakan kekuasaan atau wewenang hukum untuk mengadili atau memutus perkara, tentunya melalui lembaga peradilan, yang mana hingga saat ini dikenal adanya lembaga formal yaitu pengadilan atau, khususnya untuk masalah dalam ruang lingkup hukum perdagangan, dapat melalui arbitrase.
Penetapan yurisdiksi, sebagaimana halnya governing law, akan lebih memudahkan dan memberi kepastian hukum kepada para pihak apabila ditetapkan di awal dalam hal para pihak akan beracara ke lembaga peradilan, sehubungan dengan dispute yang mungkin terjadi. Dalam prakek transaksi L/C, para pihak tidak lazim mencantumkan jurisdiction dalam instrument L/C.
Berkenaan dengan jurisdiction ini, ICC merekomendasikan klausula sebagai berikut:
All disputes arising in connection with the present contract shall be finally settled under the Rules of Concilliation and Arbitration of the International Chamber of Commerce by one or more arbitrators appointed in accordance with the said Rules.”
Apabila para pihak tidak menentukan jurisdiction dalam L/C maka hal tersebut tidak serta merta menjadikan para pihak menjadi tunduk atau memilih ICC Arbitration, walalupun secara tegas dinyatakan bahwa L/C is subject to UCP. Secara umum apabila dalam prejanjian pilihan jurisdiksi hukum tidak dinyatakan secara tegas, maka hakim yang akan menetapkan pilihan jurisdiksi berdasarkan teori hukum perdata internasional sebagaimana yang berlaku dalam penentuan governing law.

 K.  JENIS-JENIS L/C KHUSUS

Beberapa jenis L/C khusus baik yang diatur dalam UCP ataupun yang dikenal dalam praktek, adalah sebagai berikut:

-          Transferable L/C (pasal 48 UCP) merupakan L/C yang dapat dialihkan oleh Beneficiary, baik sebagian atau seluruhnya, kepada satu atau beberapa pihak lainnya (pemasok) melalui perantaraan bank, apabila Issuing Bank menyatakan demikian (bersifat transferable). Nilai L/C yang dialihkan pada dasarnya lebih rencah dari nilai L/C semula yang diterima dari Issuing Bank, atau dengan kata lain Beneficary akan menerima pembayaran yang lebih besar dari Issuing Bank disbanding jumlah yang dibayarkan Beneficiary kepada pemasok-pemasoknya (transferee). Selama tidak diatur lain, maka pengalihan hanya dapat dilakukan satu kali.

-          Revolving L/C merupakan L/C yang dapat dipergunakan berulang-ulang oleh Beneficiary dalam jumlah tertentu selama jangka waktu tertentu yangditetapkan dalam L/C, tanpa perlu dilakukan penerbitan L/C baru ataupun perubahan terhadap L/C. L/C ini diterbitkan untuk transaksi yang berkesinambungan, yang mana segera setelah dilakukan pembayaran oleh Issuing Bank maka L/C kembali tersedia bagi Beneficiary sebesar nilai semula. Selama jangka waktu tertentu, L/C meng-cover wesel-wesel dari semua transaksi selama periode tertentu.

-          Back to Back L/C atau subsidiary L/C atau baby L/C atau L/C anak. Transaksi L/C anaka ini melibatkan satu L/C (master L/C atau L/C induk) yang berfungsi sebagai pelindung atau pengaman atas L/C anak. Kedua L/C tersebut merupakan L/C yang masing-masing berdiri sendiri akan tetapi memiliki persyaratan yang sama, kecuali untuk nilai L/C dan tanggal jatuh tempo L/C. L/C induk nilainya relatif lebih besar dibandingkan nilai L/C anak dan tanggal jatuh tempo L/C induk lebih lama dibandingkan tanggal jatuh tempo L/C anak.

-          Red Clause L/C adalah L/C adalah L/C dengan klasula khusus yang secara konvensional dicetak dengan tinta merah, yang memberikan kesempatan kepada Beneficiary untuk melakukan penarikan dana (sebagian atau seluruhnya dari nilai L/C) di muka (uang muka) tanpa perlu mempresentasikan dokumen ekspor, sehingga dana yang ditarik di muka tersebut dapat digunakan sebagai modal kerjanya

L.   STANDBY LETTER OF CREDIT (SBLC)

L/C selain sebagai alat pembayaran, dapat juga diterbitkan sebagai alat penjaminan yang disebut dengan SBLC yaitu jaminan dari Issuing Bank untuk membayar kepada Beneficiary apabila persyaratan pencairan SBLC dipenuhi oleh Beneficiary. SBLC pada umumnya diterbitkan untuk menjamin suatu transaksi jasa (lain halnya dengan L/C yang diterbitkan berkenaan dengan transaksi perdagangan).

Klausula minimal yang harus dimuat dalam SBLC adalah: (i) irrevocable, (ii) Issuing Bank terikat untuk membayar atas pengajuan pernyataan dari Beneficiary ihwal terjadinya wanprestasi oleh Applicant, (iii) tanggal jatuh tempo, (iv) masa berlaku SBLC dan (v) penundukan diri pada UCP.
Pada dasarnya pencairan SBLC tidak memerlukan pembuktian telah terjadi default, mengingat SBLC merupakan kontrak terpisah dari underlying transaction, dan dokumen yang diperlukan untuk mengajukan klaim ataupun mencairkan SBLC dalam prakteknya adalah claim statement dan draft.
SBLC sebagai jaminan, apabila dibandingkan dengan jaminan lainnya seperti demand guarantee atau accessory guarantee atau garansi bank, sering disebut sebagai instrument  yang merupakan:
  1. Primary obligations, dengan demikian SBLC bukan merupakan suatu garansi bank biasa, yang mana Issuing Bank dapat membuktikan terlebih dahulu apakah Applicant telah default atau bahkan meminta pengadilan untuk menyita dan melelang harta Applicant terlebih dahulu sehingga menempatkan Issuing Bank sebagai second obligor;
  2. Payable on first demand, yang mana Issuing Bank akan melakukan pembayaran saat pertama sekali diajukan permintaan pencairan oleh Beneficiary.
  3. Inherent reliability, dalam SBLC melekat suatu kepercayaan dari Beneficiary kepada Issuing Bank;
  4. Convenience, yaitu memiliki fungsi yang tepat dan baik sebagai jaminan;
  5. Flexibility, instrument yang fleksibel.
SBLC dilaksanakan berdasarkan terjadinya wanprestasi (negative antecedent), dengan demikian pembayaran/pencairan didasarkan adanya pernyataan wanprestasi dari Beneficiary. Lain halnya dengan L/C, L/C diterbitkan untuk mendorong Beneficiary agar mengajukan dokumen-dokumen yang sesuai dengan persyaratan L/C sehingga Issuing Bank akan melakukan pembayaran (positive antecedent).
SBLC mendasarkan diri pada dasar hukum yang sama dengan L/C yaitu UCP, oleh karenanya setiap ketentuan yang dalam UCP berlaku juga bagi SBLC sepanjang dapat diaplikasikan. Namun demikian sejak tanggal 1 Januari 1999, SBLC dapat juga tunduk pada International Standby Practices tahun 1998 (“ISP 98”). ISP 98 hingga saat ini belum diratifikasi ataupun direkomendasikan oleh BI walaupun sudah mulai diberlakukan oleh beberapa bank di Hongkong, USA dan beberapa negara di Eropa.


DAFTAR PUSTAKA
  1. Ginting, Ramlan, Letter of Credit – Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta, 2000;
  2. Andhibroto, Soepriyo, Letter of Credit – Dalam Teori & Praktek, Edisi Revisi, Dahara Prize, Semarang, 1997;
  3. International Chamber of Commerce, Uniform Customs and Practice for Documentary Credit, ICC Publication No. 500, 1993 (“UCP 500”).

PEMBIAYAAN UMKM


BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG


Krisis yang terjadi di Indonesia pada 1997 merupakan momen yang sangat menakutkan bagi perekonomian Indonesia. Krisis ini telah mengakibatkan kedudukan posisi pelaku sektor ekonomi berubah. Usaha besar satu persatu pailit karena bahan baku impor meningkat secara drastis, biaya cicilan utang meningkat sebagai akibat dari nilai tukar rupiah terhadap dolar yang menurun dan berfluktuasi. Sektor perbankan yang ikut terpuruk turut memperparah sektor industri dari sisi permodalan. Banyak perusahaan yang tidak mampu lagi meneruskan usaha karena tingkat bunga yang tinggi. Berbeda dengan UMKM yang sebagian besar tetap bertahan, bahkan cendrung bertambah.[1]


UMKM  merupakan  salah  satu sektor usaha penyangga  utama  yang dapat menyerap  banyak  tenaga  kerja.  Namun, dukungan  pembiayaan  (modal  kerja  dan investasi  serta  cakupan  pendanaan  yang diperlukan  lainnya)  terhadap pengembangan    UMKM    masih    sangat kurang  memadai.  Pemulihan ekonomi dalam perekonomian daerah akan lebih cepat tercapai apabila peran UMKM dapat lebih ditingkatkan dan berbagai kendala internal yang melilit UMKM seperti perkreditan dan permodalan dapat dicarikan solusi yang pas dan akurat. Perkreditan dan permodalan bagi pengembangan UMKM sering menjadi kendala karena UMKM sangat terbatas kemampuannya untuk mengakseskan terhadap lembaga perkreditan atau perbankan.

B.   RUMUSAN MASALAH

1.    Apa saja yang dapat menjadi sumber alternatif pembiayaan UMKM?
2. Bagaimana fungsi dan usaha lembaga keuangan bank dalam mengatasi permasalahan pembiayaan UMKM dihubungkan dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 dan praktik pelaksanaan?



C.   TUJUAN DAN MANFAAT

Kajian ini bertujuan untuk mengkaji efektivitas dan efisiensi usaha lembaga perbankan dalam sistem pembiayaan UMKM. Selain itu kajian ini pun diharapkan memberikan tambahan informasi bagi pelaku usaha mikro kecil menengah yang tengah membutuhkan modal guna mengembangkan usahanya.

LANDASAN TEORI

Beranjak dari teori utilities bahwa tujuan hukum ialah untuk memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya kepada masyarakat.[2] Kebahagiaan suatu masyarakat dapat diukur dengan tingkat kesejahteraan/kemakmurannya. Masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 harus diwujudkan melalui pembangunan ekonomi nasional berdasrkan demokrasi ekonomi. Selain daripada itu sesuai dengan amanat Ketetapan MPR RI Nomor XVI/MPR-RI/1998 tentang Politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi, UMKM perlu diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran, dan potensi untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang, berkembang, dan berkeadilan.




E.   SISTEMATIKA

Sistematika penulisan Makalah ini terdiri atas 4 (empat) Bab yang terbagi atas:
BAB I   PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
B.   RUMUSAN MASALAH
C.   TUJUAN DAN MANFAT
D.   LANDASAN TEORI
E.   SISTEMATIKA
BAB II    TINJAUAN UMUM MENGENAI USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH (UMKM) DAN PEMBIAYAAN UMKM
BAB III    FUNGSI DAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN BANK DALAM PEMBIAYAAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH

BAB IV    KESIMPULAN






BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH (UMKM) DAN PEMBIAYAAN UMKM


A.   TINJAUAN MENGENAI USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH (UMKM)

1.    Pengertian dan Karakteristik Usaha Mikro, Kecil, Menengah Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008

Usaha Mikro berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, menengah adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro yaitu:
a.    Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b.    Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
Usaha  Kecil  adalah  usaha  ekonomi  produktif  yang  berdiri sendiri,  yang  dilakukan  oleh  orang  perorangan  atau  badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang  perusahaan  yang  dimiliki,  dikuasai,  atau  menjadi bagian  baik  langsung  maupun  tidak  langsung  dari  Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil yaitu:
a.    Memiliki  kekayaan  bersih  lebih  dari  Rp50.000.000,00 (lima  puluh  juta  rupiah)  sampai  dengan  paling  banyak Rp500.000.000,00   (lima   ratus   juta   rupiah)   tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b.    Memiliki     hasil     penjualan     tahunan     lebih     dari  Rp300.000.000,00   (tiga   ratus   juta   rupiah)   sampai dengan  paling  banyak  Rp2.500.000.000,00  (dua  milyar lima ratus juta rupiah).

Usaha  Menengah  adalah  usaha  ekonomi  produktif  yang berdiri  sendiri,  yang  dilakukan  oleh  orang  perorangan  atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang  perusahaan  yang  dimiliki,  dikuasai,  atau  menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan yaitu:
a.    memiliki  kekayaan  bersih  lebih  dari  Rp500.000.000,00 (lima  ratus  juta  rupiah)  sampai  dengan  paling  banyak Rp10.000.000.000,00   (sepuluh   milyar   rupiah)   tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b.    Memiliki     hasil     penjualan     tahunan     lebih     dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai   dengan   paling   banyak   Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

2.    Karakteristik Usaha Kecil Menengah Dalam Perkembangan

Selain berdasar Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, dari sudut pandang perkembangannya Usaha Kecil Dan Menengah dapat dikelompokkan dalam beberapa kriteria Usaha Kecil Dan Menengah yaitu: [3]
- Livelihood Activities, merupakan Usaha Kecil Menengah yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima.
- Micro Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.
- Small Dynamic Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor
- Fast Moving Enterprise, merupakam Usaha Kecil Menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB).



B.   TINJAUAN UMUM PEMBIAYAAN

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah nomor 91 tahun 2004 tentang petunjuk pelaksanaan kegiatan usaha koperasi jasa keuangan syariah pasal 1 butir 8 yang dimaksudkan pembiayaan adalah penyediaan dana untuk investasi atau kerjasama permodalan antara koperasi dengan anggota, calon anggota, koperasi lain, dan atau anggotanya, yang mewajibkan penerima pembiayaan itu untuk melunasi pokok pembiayaan yang diterima kepada koperasi sesuai akad disertai pembayaransejumlah imbalan bagi hasil dan atau laba dari kegiatan yang dibiayaai atau penggunaan dana pembiayaan tersebut.

Menurut Pasal 1 butir 11 Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, menengah yang dimaksud pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan lembaga keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan usaha mikro, kecil, dan menengah.



BAB III
FUNGSI DAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN BANK DALAM PEMBIAYAAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH

A.   SUMBER-SUMBER  PEMBIAYAAN TERHADAP UMKM
Membahas mengenai sumber pembiayaan dalam UMKM, Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 pada Pasal 21 disebutkan bahwa:
(1)  Pemerintah dan Pemerintahan Daerah menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil
(2)  Badan Usaha Milik Negara dapat menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya
(3)  Usaha Besar nasional dan asing dapat menyediakan pembiayaan kepada  Usaha  Mikro  dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.
(4)  Pemerintah,  Pemerintah  Daerah,  dan  Dunia  Usaha  dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk Usaha Mikro dan Kecil.
(5)  Pemerintah   dan   Pemerintah   Daerah   dapat   memberikan insentif  dalam  bentuk  kemudahan  persyaratan  perizinan, keringanan  tarif  sarana  dan  prasarana,  dan  bentuk  insentif lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan    kepada    dunia    usaha    yang    menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil.
Dari ketentuan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pembiayaan terhadap UMKM dapat diperoleh melalui Pemerintah, Pemerintah Daerah, BUMN, Usaha Besar Nasional dan Asing
Selain berdasar Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 adapun sumber pembiayaan (modal)  terhadap UMKM diantaranya:[4]
1.    Modal Sendiri, yakni uang yang dikumpulkan dari tabungan (bila bekerja) atau warisan yang diwariskan orang tua atau hibah pemberian dari orang lain.
2.  Dari Barang yang digadaikan, yakni barang miliki sendiri yang digadaikan baik ke lembaga formal (seperti Perum Pegadaian) atau informal.
3.    Melakukan peminjaman kepada Bank dan Lembaga Keuangan sejenis Bank. Dengan membayar angsuran sesuai tingkat bunga yang ada.
4.  Mendapat modal dengan bermitra dengan pihak lain yang sering disebut sebagai kemitraan usaha.
5.  Mendapat pinjaman dari lembaga Non Formal seperti LSM  kemanusiaan dan lembaga pemberdayaan ekonomi lainnya.
6.    Modal dengan mengoptimalkan hubungan dengan supplier (pemasok).
Selain pengembangan  pembiayaan sebagaimana diuraikan diatas masih ada  beberapa  sistem  pembiayaan  (multifinance)  yang  dapat  dimanfaatkan UMKM,  antara  lain:  modal  ventura,  anjak  piutang  (factoring),  penyewaan (leasing),  pegadaian,  dana  BUMN  dan  sebagainya.  Pemilihannya  tergantung UMKM   sendiri, berdasarkan kesesuaian, kemampuan pemenuhan persyaratan dan prosedur  yang  ditetapkan  masing-masing  lembaga  pembiayaan  tersebut. Modal  ventura  merupakan  salah  satu  program  Kementerian  Negara  Koperasi dan UKM dan telah berkembang di daerah-daerah,    hampir    disetiap propinsi/daerah  istimewa  telah  berdiri  Perusahaan  Modal  Ventura Daerah (LMVD) yang menyediakan modal produktif bagi UMKM.

B.   FUNGSI DAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN BANK DALAM PEMBIAYAAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH

Fungsi Lembaga Keuangan adalah sebagai perantara antara kelompok masyarakat yang kelebihan dana dengan kelompok masyarakat yang mengalami kekurangan dana. Kelompok masyarakat yang dengan berbagai alasan menyimpan uangnya pada Bank atau Lembaga keuangan lainnya dengan alasan safety, liquidity, accessibility, convenience dan untuk mencapai target jumlah tertentu.
Bank sebagai lembaga pemberi kredit sangat berperan membantu pengusaha-pengusaha daerah guna meningkatkan kegiatan perekonomian di daerah, guna memperlancar kegiatan perekonomian masyarakat. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan perimbangan bunga.
Bank Indonesia pada tanggal 2 April 2007 akhirnya mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia yang intinya memperlonggar sejumlah persyaratan kredit perbankan bagi UKM. Pelonggaran meliputi tiga hal, yaitu: 1) ketentuan kredit bagi UKM dipermudah, bila selama ini kredit pada UKM harus memenuhi  tiga  syarat,  yaitu  prospek  industri,  sisi  balanced,  dan  kemampuan membayar, maka kini dua persyaratan dihilangkan, tinggal satu persyaratan yaitu kemampuan membayar; 2)   pelonggaran  mengenai pemberian kredit bagi perusahaan yang bermasalah, yaitu bila perusahaan bermasalah bukan karena kesengajaan tapi akibat  situasi  makro  dan  eksternal  perusahaan  misalnya terjadinya bencana alam, maka perusahaan tersebut boleh mendapat kredit; 3) kemudahan  bagi  perusahaan  yang  berada  dalam  induk  perusahaan  (holding) bermasalah, tetapi unit perusahaan dinilai sehat dan tak bermasalah, maka dapat diberikan kredit.
Dengan dihilangkan dua syarat dan hanya tinggal  satu persyaratan yaitu kemampuan membayar. Berarti kredit  perbankan UMKM mendasarkan pada kelayakan usaha,  maka   UMKM harus melakukan pembenahan dan peningkatan  kemampuannya.  Dalam  hal  ini,  hanya  UMKM yang memiliki usaha layak dan memiliki manajemen dan administrasi rapi yang akan cepat bisa memanfaatkan kredit perbankan. Dengan prasyarat seperti itu, maka tidak akan banyak pula UMKM yang dapat memanfaatkan kredit bank. Untuk  itu,  agar  kemudahan  kredit  tersebut  dapat  optimal  bisa  dimanfaatkan UMKM masih perlu dukungan penjaminan kredit.
Pada penulisan makalah ini, Penulis juga sebelumnya telah mendatangi sebuah toko penjualan dan pembuatan boneka di kawasan Holis atau tepatnya toko bernama Panji Jatnika toys Jalan Soekarno Hatta No. 48A Bandung. Penulis menanyakan mengenai pembiayaan terhadap usaha ini, kemudian didapatkan informasi bahwa usaha tersebut bermodal awal kurang lebihnya 5 juta rupiah dan guna memperkuat kebutuhan modal maka usaha ini memerlukan pembiayaan dengan kredit pinjaman di Bank Jabar. Melihat pada pembiayaan usaha ini maka jelas lembaga keuangan Bank memperhatikan kebutuhan permodalan para pengusaha/pengrajin sektor UMKM.  

BAB IV
KESIMPULAN

A.   Sumber-Sumber  Pembiayaan Terhadap UMKM dapat diperoleh melalui Pemerintah, Pemerintah Daerah, BUMN, Usaha Besar Nasional dan Asing. Selain itu masih ada  beberapa  sistem  pembiayaan  (multifinance)  yang  dapat  dimanfaatkan UMKM,  antara  lain:  modal  ventura,  anjak  piutang  (factoring),  penyewaan (leasing),  pegadaian,  dana  BUMN  dan  sebagainya.  Pemilihannya tergantung UMKM   sendiri, berdasarkan kesesuaian, kemampuan pemenuhan persyaratan dan prosedur  yang  ditetapkan  masing-masing  lembaga  pembiayaan  tersebut.

B.   Bank sebagai lembaga pemberi kredit sangat berperan membantu pengusaha-pengusaha daerah guna meningkatkan kegiatan perekonomian di daerah, guna memperlancar kegiatan perekonomian masyarakat. Bank Indonesia pada tanggal 2 April 2007 melalui Peraturan Bank Indonesia memperlonggar sejumlah persyaratan kredit perbankan bagi UKM yaitu dengan dihilangkan dua syarat dan hanya tinggal satu persyaratan yaitu kemampuan membayar. Berarti kredit  perbankan UMKM mendasarkan pada kelayakan usaha. Agar kemudahan ini menjadi optimal bagi UMKM diperlukan juga penjaminan kredit.



[1] Nofri Hasanudin, “Peran UKM dalam Mendorong Kekompetitifan Perekonomian Indonesia”, <http://portaljakarta.com/peran-ukm-dalam-mendorong-kekompetitifan-perekonomian-indonesia>,[28/07/2012]
[2] Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004, hlm.64
[3] Galeriukm, “KRITERIA USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM), <http://galeriukm.web.id/news/kriteria-usaha-mikro-kecil-dan-menengah-umkm> , [28/07/2012]
 
HUKUM © 2010 | Designed by Chica Blogger & editted by Blog Berita | Back to top