a.
Asas Kebebasan Berkontrak
Hukum
perjanjian dikatakan menganut sistem terbuka karena hukum perjanjian memberikan
kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian, asalkan
tidak melanggar hukum (undang-undang), agama, ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal-pasal
dari hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap (optional law), yang berarti bahwa mereka diperbolehkan membuat
ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari Pasal-Pasal hukum perjanjian.
Mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam
perjanjian-perjanjian yang mereka buat itu. Asas ini dalam hukum perjanjian
dikenal dengan asas kebebasan berkontrak (contractvrijheid).
Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa:
“Semua
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya”
Kata
“semua” mengandung arti meliputi seluruh perjanjian, baik yang bernama maupun
yang tidak bernama dalam undang-undang. Asas kebebasan berkontrak (contractvrijheid) berhubungan dengan isi
perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa” dan dengan “siapa” perjanjian itu
diadakan.
b.
Asas Konsensualisme
Asas
ini terdapat pada kata “dibuat secara sah” dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.
Maksud dari kata “dibuat secara sah” adalah dibuat menurut syarat-syarat
perjanjian yang ada dalam Pasal 1320 KUHPerdata, khususnya pada butir 1
mengenai syarat kata sepakat para pihak dalam perjanjian. Adapun menurut A.
Qirom Syamsudin M, asas konsesualisme mengandung arti bahwa:[1]
“dalam
suatu perjanjian cukup ada kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian
itu, tanpa dikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat
formal.”
Perjanjian
itu sudah mengikat sejak tercapainya kata sepakat mengenai pokok perjanjian.
c.
Asas Itikad Baik
Asas
itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata. Maksud itikad baik
disini adalah bertindak sebagai pribadi yang baik. Itikad baik dalam pengertian
yang sangat subjektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang, yaitu yang
terletak pada seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum sedangkan itikad
baik dalam pengertian obyektif yaitu bahwa pelaksanaan suatu perjanjian itu
harus didasarkan pada norma kepatutan atau sesuatu yang dirasa sesuai dengan
yang patut dalam masyarakat. Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) merupakan
itikad baik yang objektif yaitu itikad baik saat pelaksanaan perjanjian. Unsur
itikad baik hanya diisyaratkan dalam hal “pelaksanaan” dari suatu kontrak,
bukan pada “pembuatan” suatu kontrak karena unsur “itikad baik” dalam hal
pembuatan suatu kontrak (itikad baik subjektif) sudah dapat dicakup oleh unsur “sebab yang halal” dari Pasal 1320 tersebut.
d.
Asas Kekuatan Mengikat
Asas
kekuatan mengikat ini dapat diketahui di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata
yang menyatakan bahwa:
“Semua
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.”
Maksud
dari kata “berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” adalah
isi dari perjanjian harus dianggap sebagai undang-undang yang mengikat bagi
mereka. Jadi para pihak terikat untuk melaksanakan isi perjanjian yang mereka
buat.
e.
Asas Kepribadian
Asas
kepribadian adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan
atau membuat perjanjian hanya untuk kepentingan para pihak saja. Hal ini dapat
dilihat dalam Pasal 1315 KUH Perdata yang dirumuskan sebagai berikut:
“Pada
umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta
ditetapkannya suatu janji, kecuali untuk dirinya sendiri”
Pasal
1315 KUH Perdata ini dipertegas dengan rumusan Pasal 1340 KUH Perdata:
“Perjanjian-perjanjian
hanya berlaku di antara pihak-pihak yang membuatnya”
Kedua
Pasal tersebut menerangkan bahwa pada dasarnya perjanjian hanya mengikat
pihak-pihak yang membuatnya, sehingga tidak boleh seseorang melakukan
perjanjian yang membebani pihak ketiga. Pihak ketiga tidak memiliki kepentingan
dalam perjanjian yang dibuat oleh pihak lain, sehingga dia tidak boleh
dibebankan untuk harus melakukan sesuatu atas perjanjian yang dibuat pihak
lain.
[1] A. Qirom Syamsudin M, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta
Perkembangannya, Yogyakarta: Liberty, 1985, hlm. 20
Ijin kasih komentar....nampaknya isinya universal dgn kebanyakan di blog orang lain. Apakah ini origina dari tulisan anda atau (MAAF) copy and paste dari tulisan orang lain yang belum tentu original juga?
BalasHapusSalam,
Barkah
Terima kasih membantu memperjelas mengenai pemahaman maksud Itikad Baik.
BalasHapus