Selasa, 06 November 2012

Lelang Melalui Internet (e-Auction)




Pesatnya perkembangan teknologi informasi membawa perubahan pada berbagai sisi kehidupan.[1] Dengan teknologi informasi yang berkembang saat ini, maka akan memudahkan orang untuk dapat mengetahui ataupun berkomunikasi dalam jarak jauh pada berbagai belahan bumi secara seketika dalam hitungan detik sekalipun. Sarana yang dapat digunakan mulai dari radio, televisi, telepon, telegram, dan yang terakhir internet melalui jaringan komputer.

Kehadiran internet di dalam pesatnya era informasi dan teknologi membawa perkembangan baru di dunia bisnis dan perdagangan. Dalam  bidang  perdagangan,  internet  mulai  banyak  dimanfaatkan sebagai media aktivitas bisnis terutama karena kontribusinya terhadap efisiensi. Tingkat pertambahan pengguna internet yang sangat tinggi mengundang minat pelaku bisnis dan kemudian menemukan model-model bisnis dan perdagangan yang dapat dilakukan di internet, lewat suatu model yang disebut sebagai transaksi elektronik.  Perdagangan secara elektronik memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi kekuatan utama dalam meningkatkan efisiensi sistem ekonomi global dengan menyediakan fasilitas antara penjual dan pembeli.[2] Salah satu contoh perkembangan dan kesuksesan bisnis yang berbasiskan internet yaitu pelaksanaan lelang melalui internet. 



Lelang merupakan suatu lembaga hukum yang sudah ada pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan sejak masa pemerintahan Hindia Belanda dahulu. Di Indonesia lelang secara resmi masuk dalam Perundang-undangan sejak 1908, yaitu dengan diberlakukannya Vendu Reglement atau peraturan lelang (stb 1908 no.189 sebagaimana telah diubah dengan dengan stb 1945 no 56) dan Vendu Instructie (instruksi lelang stb 1908 nomor 190) yang hingga sekarang masih berlaku berdasarkan Pasal II Aturan peralihan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Lelang pada umumnya adalah suatu sarana untuk mempertemukan penjual dan pembeli dengan tujuan menentukan harga yang wajar bagi suatu barang. Menurut ketentuan Pasal 1 Vendu Reglement ordonansi 28 Februari 1908, menentukan bahwa yang dimaksud dengan “penjualan umum” (openbare verkopingen) ialah pelelangan dan penjualan barang, yang diadakan di muka umum dengan penawaran harga makin meningkat, dengan persetujuan harga yang makin menurun atau dengan pendaftaran harga, atau di mana orang-orang yang diundang atau sebelumnya sudah diberi tahu tentang pelelangan atau penjualan, atau kesempatan yang diberikan kepada orang-orang yang berlelang atau yang membeli untuk menawar harga, menyetujui harga atau mendaftarkan.[1]  Berdasarkan pengertian lelang tersebut dapat diketahui bahwa lelang merupakan suatu proses yang sangat sederhana dan merupakan suatu  mekanisme pasar yang dipimpin oleh pejabat lelang dengan cara penawaran lisan dan semakin naik atau semakin menurun dan atau secara tertulis dan tertutup untuk memperoleh harga yang optimal.

Pengaturan tentang lelang juga terdapat di dalam peraturan menteri keuangan seperti diantaranya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas I dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II. Kebijakan dimaksud merupakan penyempurnaan dari ketentuan mengenai lelang sebelumnya dalam rangka meningkatkan pelayanan lelang. Pada Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 disebutkan bahwa setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat lelang kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Pejabat lelang sebagaimana dalam Pasal 1 butir 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.06/2010 dan Nomor 175/PMK.06/2010 adalah orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang. Pejabat Lelang Kelas I dan Kelas II diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. Orang yang diangkat sebagai Pejabat Lelang harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.06/2010 dan Nomor 175/PMK.06/2010 diantaranya meliputi: a) Sehat jasmani dan rohani; b) berpendidikan paling rendah Sarjana (S1) diutamakan bidang hukum dan ekonomi manajemen/akuntansi;  c) tidak pernah dijatuhi hukuman pidana;  d) lulus pendidikan dan pelatihan (diklat) Pejabat Lelang;  e) berpangkat paling rendah Pengatur (Golongan II/c) untuk Pejabat Lelang Kelas I dan Penata (III/c) untuk Pejabat Lelang Kelas II;  f) memiliki kantor Pejabat Lelang;  g) tidak memiliki kredit macet dan tidak termasuk dalam daftar orang tercela;  g)  memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).


Untuk menjadi peserta lelang, setiap peserta harus menyetor uang jaminan penawaran lelang yang disetor melalui rekening sesuai dengan pengumuman lelang atau tunai secara langsung kepada bendahara penerima KP2LN/Pejabat Lelang pada setiap pelaksanaan lelang. Penawaran diajukan secara tertulis dengan menyebut nama, alamat penawar, harga yang disanggupinya dan kemudian ditandatangani oleh pihak penawar. Pada lelang yang menggunakan harga limit, pejabat lelang dapat mensahkan penawar tertinggi sebagai pembeli apabila penawaran yang diajukan telah mencapai atau melampaui harga limit.[4] Setelah penawar tertinggi disahkan sebagai pembeli maka ia wajib melakukan pelunasan kewajibannya membayar objek lelang. Hak dan kewajiban baik penjual maupun pembeli lahir ketika telah ada kesepakatan barang dan harga. Bagi penjual, hak dan kewajiban yang utama yaitu berhak menerima pembayaran dan wajib menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan serta wajib menanggung kenikmatan tenteram atas barang dan menanggung cacat-cacat yang tersembunyi. Sedangkan bagi pembeli, hak dan kewajiban yang utama yaitu berhak atas penyerahan barang dari penjual serta wajib membayar harga pembelian barang tersebut.[5]




Seiring dengan penggunaan media Internet yang semakin luas dalam bidang perdagangan, mekanisme lelang kini dapat dilakukan dengan menggunakan media internet. Pelaksanaan lelang melalui internet dikenal dan juga diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 1 bahwa lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang. Kemudian dalam Pasal 57 ayat (2) menyatakan dalam hal penawaran lelang tidak langsung secara tertulis, peserta lelang mengajukan penawaran dengan  menggunakan teknologi informasi dan komunikasi antara lain: LAN (local area network),    Intranet,    Internet,    pesan    singkat    (short    message service/SMS), dan faksimili. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka definisi dan mekanisme penawaran lelang telah mendapat perluasan, khususnya dari sudut media yang digunakan untuk menyelenggarakan lelang. Lelang bukan lagi hanya penjualan barang yang terbuka untuk umum secara langsung, melainkan juga secara tidak langsung melalui media elektronik salah satunya yaitu internet.



Lelang melalui internet termasuk kedalam jenis lelang non eksekusi dikarenakan pelaksanaannya tidak didahului/ berdasar putusan pengadilan. Lelang non eksekusi terbagi atas non eksekusi wajib dan non eksekusi sukerala. Cara melakukan penawaran lelang melalui internet dilakukan secara tidak langsung dan tertulis. Penawaran lelang tidak langsung dalam lelang noneksekusi sukarela melalui Internet menurut ketentuan Pasal 57 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010, setidak-tidaknya harus memenuhi ketentuan yaitu harus menggunakan perangkat lunak yang khusus untuk penyelenggaraan lelang melalui Internet dengan harga semakin meningkat, peserta lelang yang sah mendapatkan nomor peserta lelang dan sandi akses (password), penawaran dilakukan secara berkesinambungan sejak waktu yang ditetapkan sampai dengan penutupan penawaran sebagaimana disebutkan dalam pengumuman lelang, nilai limit bersifat terbuka/ tidak rahasia dan harus ditayangkan dalam situs, peserta lelang dapat mengetahui penawaran tertinggi yang diajukan oleh peserta lelang lainnya secara berkesinambungan, dan pejabat lelang mengesahkan penawar tertinggi sebagai pembeli berdasarkan cetakan rekapitulasi yang diproses perangkat lunak lelang melalui Internet pada saat penutupan penawaran.
 


Lelang melalui internet di dalam dunia perdagangan secara elektronik (e-commerce) dikenal dengan istilah electronic auction (e-auction). Dalam IJCSNS (International Journal of Computer Science and Network Security) e-auction diartikan sebagai berikut:[2]

“An  electronic  auction  is  an  element  of  electronic  commerce which  uses  the  internet  for  procurement.  E-auction  has  been  a popular   method   for   retailing   and   purchasing   products   and services online. E-auction is an electronic commerce (EC) technology for  trading  merchandise  and  services  across  a  global  e-marketplace   using   web-services.”

E-Auction adalah layanan lelang electronik untuk penjualan dan pengadaan barang antar perusahaan (Business to Business) berbasis web (internet).[3] E-Auction atau lelang melalui internet memiliki beberapa kelebihan atau karakteristik tersendiri sebagaimana disebutkan dalam Journal of Consumer Psychology yaitu:[4]

“Electronic auctions on the Internet have several distinguishing characteristics, which explain their growing popularity. First, online auctions eliminate the geographical limitation of many traditional auctions, enabling people from all over the world to participate in any auction. Second, in terms of duration, Internet auctions can last for several days (usually a week) and allow asynchronous bidding, which gives both sellers and bidders more flexibility. Third, these web sites can run auctions at substantially lower operational costs than traditional auction houses and can thus charge lower commission fees and attract more sellers and buyers. These characteristics of online auctions account for their growing popularity as a way to buy and sell goods and services.”

Terjemahan: Lelang Elektronik melalui internet memiliki beberapa karakteristik yang membedakan sesuai dengan perkembangan.  Pertama, lelang melalui internet menghilangkan batasan geografis lelang tradisional, memungkinkan orang dari seluruh dunia untuk berpartisipasi dalam lelang. Kedua, dari segi durasi, lelang Internet dapat berlangsung selama beberapa hari (biasanya seminggu) yang memberikan baik penjual dan penawar lebih fleksibel. Ketiga, biaya operasional jauh lebih rendah dari lelang tradisional, membebankan biaya komisi yang lebih rendah, dan menarik lebih banyak penjual dan pembeli.




[1] Rochmat Soemitro, Peraturan dan Instruksi Lelang, Bandung:Eresco, 1987, hlm 1
[2]  Hameed Ullah Khan, et.al. “Theoritical Model for e-Auction”, International Journal of Computer Science and Network Security, IJCSNS VOL.12 No.4, 2012, hlm 116
[3] Aras Nur, “Peranan e-Auction Dalam Pelelangan Barang dan atau Jasa”, <http://mandorkawat2009.wordpress.com/2009/10/10/peranan-e-auction-dalam-pelelangan-barang-dan-atau-jasa/>, diunduh pada [16/07/2012]

[4] Dan Ariely and Itamar Simonson, “Buying, Bidding, Playing, or Competing? Value Assessment and Decision Dynamics in Online Auctions”,  Journal of Consumer Psychology, Vol. 13, No. 1, Consumers in Cyberspace, 2003, hlm. 114


[1] Mieke Komar Kantaadmadja, et.al., Cyber Law: Suatu Pengantar”, Pusat Studi Cyber Law Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, ELIPS, 2002, hlm. 28
[2] Teguh Raharjo, “Kejahatan Lelang online”, <http://teguhraharjo.wordpress.com/2012/02/08/kejahatan-lelang-online/>, diunduh pada [03/06/2012]
[3] Sutarjo,  Pelelangan  Dalam  Rangka  Eksekusi  Oleh  Pengadilan  Negeri  Dan  PUPN,  Serta Aspek-Aspek Hukum Yang Timbul Dalam Praktek, Makalah Penyuluhan Lelang, Medan, 1995, hlm. 22
[4] Abdul Manan, ‘Eksekusi dan Lelang dalam Hukum Acara Perdata’, Makalah Hakim Agung dalam Rakernas 2011, Jakarta 18 September 2011, hlm 12  
[5] Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: Alumni, 1975, hlm. 30

1 komentar:

 
HUKUM © 2010 | Designed by Chica Blogger & editted by Blog Berita | Back to top