Rabu, 28 September 2011

KUALITAS PELAYANAN PUBLIK KERETA API INDONESIA DIKAITKAN PADA LONJAKAN PENUMPANG MENJELANG HARI RAYA


BAB I
PENDAHULUAN

A. A.   LATAR BELAKANG

Sebagai moda transportasi alternatif sektor darat, kereta api menjadi suatu pilihan tepat bagi masyarakat untuk dapat menempuh perjalanan tanpa hambatan. Padatnya kendaraan bermotor di perkotaaan yang kian menciptakan kemacatan dimana-mana, menjadikan suatu alasan utama bagi masyarakat untuk beralih transportasi dengan kereta. Kereta api memiliki karakteristik dan keunggulan yang lebih dibanding rival nya yaitu bus dan angkutan umum dimana kereta memiliki karakteristik dan keunggulan khusus, terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut, baik orang maupun barang secara masal, menghemat energy, menghemat penggunaan ruang, memiliki tingkat pencemaran yang rendah, dan yang terpenting adalah kecepatannya yang dapat menghemat waktu perjalanan. Takheran bilamana kereta api menjadi trasnportasi darat yang sangat diminati para penumpang untuk dapat dengan cepat sampai tujuan. Kebutuhan masyarakat akan transportasi ini meningkat intensitasnya ketika sudah memasuki hari libur, dan juga menjelang hari raya. Namun intensitas untuk hari kerja para pekerja, tidaklah sebanyak hari libur dan menjelang hari raya dikarenakan memang lokasi pekerjaan dapat terjangkau dengan baik bilamana menggunakan motor, mobil, bus atau angkutan umum.   

Namun, seiring meningkatnya jumlah penduduk dan meningkatnya minat masyarakat terhadap kereta api khususnya peningkatan intensitas di hari libur dan saat menjelang hari raya, kualitas pelayanan public kereta api Indonesia kian dinilai buruk/tidak maksimal dalam melayani, baik pelayanan secara administrasi, teknis, fasilitas, dan juga keamanan. Dari segi administrasi penumpang banyak sekali dikecewakan dengan harga karcis/tiket yang melambung, pendaftaran online yang terkadang sulit diakses, atau bahkan hingga kehabisan karcis/tiket, dari segi fasilitas dan keamanan yang diberikan, fasilitas didalam stasiun maupun didalam kereta pun semakin tidak layak, begitu juga keamanan yang kurang menjamin. Lebih dari itu, kepastian jadwal keberangkatan pun tidak pasti. Hal ini membuat para penumpang terlantar di stasiun dan harus menunggu ber jam-jam. Keluhan-keluhan masyarakat terhadap pelayanan kereta api dalam keadaan yang luar biasa (hari libur dan saat menjelang hari raya) ini menjadi cerminan kualitas pelayanan public yang tidak maksimal dari trasnportasi kereta. Kenyataan ini menjadi bahan evaluasi bagi P.T Kereta api Indonesia untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan yang mengakomodasi kebutuhan transportasi masyarakat.

Melihat pada suatu keadaan yang luar biasa yaitu dimana intensitas penumpang meningkat drastis pada hari libur dan saat menjelang hari raya dengan kenyataan bahwa P.T. kereta api Indonesia kurang maksimal melakukan pelayanannya, membuat Penulis tertarik untuk mengkaji judul ini dengan menguraikan pertanyaan-pertanyaan pada identifikasi masalah dan akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.  

 B.   IDENTIFIKASI MASALAH

1.    Apa sajakah yang menjadi indikator penentu baik-buruknya kualitas pelayanan publik kereta api Indonesia dalam melayani kebutuhan transportasi masyarakat?

2. Kereta api sebagai moda trasnportasi alternatif tanpa hambatan dan biaya terjangkau seharusnya dapat memberi pelayanan yang maksimal dan tepat waktu, Bagaimanakah seharusnya P.T K.A.I memperbaiki kinerja pelayanan atas adanya keterlambatan waktu berangkat dan waktu tiba kereta api khususnya pada hari raya?

C.   LANDASAN TEORI

Beranjak dari teori dasar keadilan menurut aristoteles yang dalam kajian ini lebih menekankan pada keadilan distributif yaitu keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap arang yang menjadi jatah menurut jasanya[1], dimana bila dikaitkan pada pelaksanaan pelayanan public bahwa suatu pelayanan public kepada masyarakat haruslah merata diberikan bagi masyarakat yang berhak menerimanya. Lebih lanjut Geny mengemukakan tujuan hukum semata-mata untuk mencapai keadilan, dan sebagai unsur daripada keadilan disebutkannya kepentingan daya guna dan kemanfaatan[2]. Selain itu juga berlandaskan dengan dasar bahwa Negara berkewajiban melayani setiap warga  negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan  kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan  publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta dengan menimbang bahwa membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara  pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus  dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan  seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan public[3]. Dengan kajian bahwa pada P.T K.A.I berkewajiban memenuhi kebutuhan masyarakat akan transportasi kereta api melalui pelayanan public yang maksimal dan meningkatkan kesiapan pelayanan dalam menghadapi keadaan luar biasa akan mencerminkan suatu kualitas yang akan menjadi pegangan keyakinan bagi masyarakat untuk kembali menikmati layanan public ini dengan baik dan nyaman.


BAB II
PEMBAHASAN

A.   INDIKATOR PENENTU BAIK-BURUKNYA KUALITAS PELAYANAN PUBLIK KERETA API INDONESIA

1.    TINGKAT KEPUASAN PENUMPANG

Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan, dan kebutuhan pelanggan telah dipenuhi dengan baik. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistim penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran.

Saat ini dapat dikatakan bahwa pelayanan publik kereta api indonesia dinilai kurang memberikan kepuasan dan juga jaminan keamanan bagi penumpang di stasiun. Dapat dilihat pada banyaknya penumpang kereta api (kelas ekonomi) yang terlantar di stasiun menunggu kedatangan kereta yang terlambat, Selain itu, fasilitas didalam stasiun dan didalam kereta yang mengecewakan, serta keamanan yang kurang menjamin baik keamanan di dalam stasiun maupun dalam perjalanan.. Hal ini sangat penting untuk dikoreksi dan diperbaiki untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan publiknya.

Ada beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan oleh pelanggan dalam menilai suatu pelayanan, yaitu: ketepatan waktu, dapat dipercaya, kemampuan teknis, diharapkan, berkualitas dan harga yang sepadan. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, pelanggan sendiri yang menilai tingkat kepuasan yang mereka terima dari barang atau jasa spesifik yang diberikan, serta tingkat kepercayaan mereka terhadap kemampuan pemberi pelayanan[4]

2. FASILITAS DAN KEAMANAN DI DALAM STASIUN MAUPUN DI DALAM PERJALANAN

Indikator yang menentukan baik-buruknya kualitas pelayanan public juga dilihat dari segi fasilitas dan keamanan, dimana fasilitas yang diberikan sebagai suatu bentuk pelayanan kepada penumpang, meliputi fasilitas di dalam stasiun dan fasilitas di dalam perjalanan dengan kereta itu sendiri. Untuk fasilitas di dalam stasiun, seperti diantaranya fasilitas informasi, kamar mandi umum, kemudahan naik-turun penumpang, dan yang terpenting adalah ketersediaan tempat duduk yang lebih banyak agar para penumpang tidak harus berdiri ataupun duduk di lantai pada saat menunggu kedatangan kereta. Selain itu fasilitas yang diberikan juga meliputi fasilitas hiburan dimana dalam menghilangkan kejenuhan pada waktu tunggu diperlukan fasilitas seperti televisi yang dapat dinikmati penumpang secara umum saat menunggu di stasiun. Fasilitas lain yang juga menciptakan pencerminan baik buruknya kualitas pelayanan dapat dilihat dari fasilitas di dalam kereta, meskipun kereta memiliki kelasnya masing-masing (ekonomi, bisnis, eksekutif), untuk kelas ekonomi setidaknya kipas angin pun ada dan menyala karena bagaimanapun juga kepuasan dan kenyamanan penumpanglah yang dengan sendirinya memberikan pandangan baik buruknya kualitas pelayanan. Selain kipas angin, fasilitas penerangan di dalam kereta juga harus memadai dan juga fasilitas pemberitahuan informasi stasiun yang dilewati. Namun sayangnya secara keseluruhan, fasilitas yang diberikan di tiap-tiap stasiun dan fasilitas di dalam perjalanan didalam kereta, tidaklah sama. Di stasiun daerah perkotaan dengan stasiun di daerah pedesaan berbeda fasilitas yang diberikannya.

Selain pada segi fasilitas, segi keamanan juga perlu dilihat, yaitu yang pertama adalah keamanan di dalam stasiun meliputi keamanan terhadap kriminalitas yang mengancam harta benda. Hal ini mengingat bahwa di dalam keramaian penumpang di dalam stasiun terdapat para pencuri ulung yang mengancam harta benda penumpang. Takhanya didalam stasiun, di dalam kereta pun pencurian marak terjadi. Para pencuri biasanya adalah orang yang menjadi penumpang (dengan membeli karcis/tiket) namun niatnya hanya untuk mencuri, adapun pencuri itu masuk tanpa karcis/tiket (penumpang gelap/liar) tetap dalam niat mencuri. Keseluruhan hal tersebut tidak akan terjadi apabila P.T K.A.I dengan tegas dan tuntas mengatasi penumpang gelap. Dengan tersaringnya penumpang gelap, selain ketertiban (secara prosedural administratif) terjaga dengan baik, praktek pencurian oleh penumpang gelap pun akan berkurang.



3.    PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMUM YANG KONSISTEN

Salah satu indicator penentu juga dapat dilihat pada konsistensi penerapan standar pelayanan minimum. dimana apabila penerapan SPM di stasiun dan di dalam kereta menurun, maka dengan sendirinya penumpang kereta akan menyatakan buruk atas pelayanan yang diberikan. Seperti misalnya untuk kereta api kelas ekonomi yang fasilitas kipas anginya tidak menyala dan sedikit penerangan di dalam gerbong membuat tingkat kenyamanan menurun, dan taksedikit penumpang yang mengeluhkan hal ini. 

Baik SPM dalam stasiun, maupun SPM dalam kereta haruslah konsisten diterapkan di seluruh stasiun di Indonesia, terutama untuk penerapan SPM didalam kereta (kelas ekonomi) yang seharusnya memaksimalkan fasilitas di dalam kereta yaitu ,kipas angin, penerangan, dan lain-lain. Keseluruhannya merupakan bagian dari SPM yang wajib ada dan dapat digunakan.

4.    PROSEDUR YANG SEDERHANA DAN AMAN

Kata “Sederhana” yaitu dalam artian tidak berbelit-belit dan “aman” dalam artian terhindar dari adanya praktek percaloan,di saat khususnya menjelang hari raya. Saat menjelang hari raya, penumpang yang akan pulang ke kampung halamannya terkadang harus menghadapi calo karena sudah habisnya tiket. Habisnya tiket pun dipengaruhi adanya peran calo.  Disamping itu kata “aman” pun diartikan (dalam ranah prosedur administratif) sebagai bentuk aman dari adanya penumpang gelap (tanpa karcis/tiket masuk). Dengan asumsi bahwa penumpang gelap selain merugikan P.T K.A.I juga akan menyusahkan penumpang resmi lainnya. Misalnya apabila penumpang gelap itu adalah orang yang dengan niat mencuri akan sangat membahayakan harta benda penumpang, ataupun pada kereta kelas ekonomi, penumpang gelap akan memenuhi gerbong

B.PERBAIKAN KINERJA P.T K.A.I ATAS ADANYA KETERLAMBATAN WAKTU BERANGKAT DAN WAKTU TIBA KERETA API KHUSUSNYA SAAT HARI RAYA

Sebagai bentuk perbaikan kinerja, upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi adanya keterlambatan waktu berangkat dan tiba khususnya pada saat hari raya yaitu:

  • Menyediakan dan mengoprasikan kereta tambahan untuk mengangkut penumpang yang terlantar menunggu. Menunggu adalah kegiatan yang tidak disukai oleh mayoritas penumpang kereta api. Menunggu disini disebabkan karena keterlambatan kereta api untuk sampai di stasiun. Di saat hari raya, dengan keadaan lonjakan penumpang, banyak terlihat para penumpang yang terlantar menunggu kedatangan kereta yang terlambat. Untuk mengatasinya upaya yang dapat dilakukan yaitu mengoprasikan kereta tambahan dengan tambahan jumlah gerbong untuk mengangkut lebih banyak penumpang yang terlantar dan tentunya penyediaan serta pengoprasian kereta tambahan ini disesuaikan dengan tempat yang akan dituju mayoritas penumpang.  
  • Mengkoordinasikan antara stasiun-stasiun yang dilalui untuk tepat waktu dalam keberangkatan (efisiensi waktu)
Salah satu bentuk upaya dalam mengatasi keterlambatan jadwal keberangkatan dan tiba kereta, yaitu mengefisiensikan waktu tunggu, dimana di beberapa stasiun yang dilalui, kereta pun berhenti dan terkadang terlampau lama menunggu penumpang di stasiun itu, sehingga stasiun berikutnya harus menunggu lebih lama. Dikaitkan pada kondisi lonjakan penumpang di saat menjelang hari raya, efisiensi waktu tunggu wajib diperhatikan,

BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
           
            Berdasarkan pada uraian bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa indicator penentu baik buruknya kualitas pelayanan public kereta api yaitu :

1.    Tingkat kepuasan penumpang
2.    Fasilitas dan keamanan di dalam stasiun maupun di dalam perjalanan
3.    Penerapan standar pelayanan minimum yang konsisten
4.    Prosedur yang sederhana dan aman

Perbaikan kinerja P.T K.A.I atas adanya keterlambatan waktu berangkat dan waktu tiba kereta api khususnya saat hari raya yaitu:

1.    Menyediakan dan mengoprasikan kereta tambahan untuk mengangkut penumpang yang terlantar menunggu

2.    Mengkoordinasikan antara stasiun-stasiun yang dilalui untuk tepat waktu dalam keberangkatan (efisiensi waktu)

SARAN

            Pelayanan public kereta api Indonesia dalam menghadapi lonjakan penumpang di hari raya haruslah lebih meningkatkan kembali kinerja, kesiapan, dan kualitas dalam memberikan pelayanan dengan catatan dapat memberikan kepuasan pelanggan dan tidak mengurangi penerapan SPM di dalam stasiun maupun di kereta

DAFTAR PUSTAKA


SUMBER BUKU

C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,  Balai Pustaka, Jakarta, 1989
L. J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, P.T Pradnya Pramita, Jakarta, 2000

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik,

SUMBER ARTIKEL

Yunianto Tri Atmojo, “Mengukur Kepuasan Pelanggan”, Triatmojo.wordpress.com, 15-05-2011, Pukul 10.00


[1] L. J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, P.T Pradnya Pramita, Jakarta, 2000, hlm 11-12

[2] C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,  Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hlm. 43-44

[3]  Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, Konsideran Menimbang Huruf a dan b
[4]  Yunianto Tri Atmojo, “Mengukur Kepuasan Pelanggan”, Triatmojo.wordpress.com, 15-05-2011, Pukul 10.00

2 komentar:

 
HUKUM © 2010 | Designed by Chica Blogger & editted by Blog Berita | Back to top