HUKUM WARIS
ISTILAH
Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta benda kepada orang lain. Ahli waris ialah orang yang menggantikan pewaris didalam kedudukannnya terhadap warisan. Harta waris atau disingkat warisan ialah segala hata kekayaan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia yang berupa semua harta kekayaan dari yang meninggal dunia setelah dikurangi semua utangnya. Boedel ialah warisan berupa kekayaan saja. Testament atau wasiat ialah suatu akta yang memuat ketentuan mengenai harta peninggalannnya, apabila seorang meninggal dunia. Legaat atau hibah wasiat adalah suatu testament dimana ditunjuk orang tertentu yang akan menerima suatu barang tertentu apabila pewaris meninggal, orang yang ditunjuk ini disebut legataris. Legitieme portie adalah bagian dari harta peninggalan yang tidak dapat dikurangi dengan testament atau pemberian lainnya oleh pewaris.
HUKUM WARIS ORANG ASING
Berbicara tentang Negara, timbul pertanyaan bagaimana kalau seorang ahli waris itu warga Negara asing. Bagi orang-orang Indonesia keturunan Timur Asing lain dari pada Tionghoa, Hukum Waris tidak berlaku, kecuali bab 13 yang mengatur soal wasiat(stbld: 1924-556). Didalam pasal 4 dari Stbld itu ditentukan bahwa orang-orang dari keturunan tersebut hanya dapat membuat wasiat dengan bentuk wasiat umum, kecuali dalam hal-hal tersebut dalam pasal 946, 947, 948.
PERIHAL WARISAN
Menurut Undang-Undang, ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu:
1. Sebagai ahli waris menurut ketentuan undang-undang (ab intestato)
2. Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testamentair)
Dalam hukum waris berlaku asas bahwa hanyalah hak dan kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda yang dapat diwariskan (dapat dinilai dengan uang). Selain itu juga dalam hukum waris berlaku asas le mort saisit le vif , yaitu apabila seseorang meninggal, maka seketika itu juga hak dan kewajibannya beralih pada sekalian ahliwarisnya. Pada asasnya tiap orang, meskipun seorang bayi yang baru lahir, adalah cakap untuk mewarisi. Hanya oleh undang-undang telah ditetapkan ada orang yang karena perbuatannya tidak patut menerima waris yaitu: 1). Orang yang dengan putusan hakim telah dihukum karena diperslahkan membunuh atau mencoba membunuh si meninggal, 2). Orang yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan surat wasiat 3).atau dengan memakai kekerasan atau ancaman yang telah menghalang-halangi si meninggal untuk mewaris.
· Hak mewaris menurut undang-undang
Siapa yang berhak mewaris harta peninggalan seseorang diatur sebagai oleh undang-undang dan terbagi atas beberapa golongan. Mengenai keluarga sedarah dan isteri (suami) yang hidup paling lama, dapat diadakan 4 penggolongan yaitu[2]:
· Golongan 1, temasuk anak-anak beserta turunan-turunan dalam garis keturunan ke bawah, dengan tidak membedakan laki-laki atau perempuan dan dengan tidak membedakan urutan kelahiran.
· Golongan 2, termasuk bapak, ibu, dan saudara-saudara si meninggal
· Golongan 3, keluarga sedarah dalam garis bapak lurus keatas dan keluarga sedarah dalam garis ibu.lurus keatas (ps.858 ayat 1)
· Golongan 4, seorang waris yang terdekat pada tiap garis (ps.853 dan 858 ayat 2)
Jika terdapat orang-orang dari golongan 1, mereka itulah yang bersama-sama berhak mewarisi semua harta peninggalan, sedangkan anggota keluarga lainnya tidak mendapat bagian apapun. Namun jika tidak terdapat anggota keluarga dari golongan pertama itu, maka barulah orang dari golongan kedua tampil sebagai ahli waris. Dan jika tidak terdapat sama sekali anggota keluarga dari golongan pertama dan kedua, harta peninggalan akan dipecah menjadi bagian yang sama. Satu untuk para anggota keluarga pihak ayah dan yang lainnya untuk anggota keluarga pihak ibu.
· Wasiat atau testament
Suatu wasiat atau testament ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelahnya ia meninggal. Peryataan demikian dapat ditarik kembali setiap waktu oleh yang membuat wasiat. Pasal 874 B.W menerangkan tentang arti wasiat, dan juga terkadung syarat bahwa isi wasiat tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, dengan artian ada pembatasan yang harus meperhatikan legitieme portie.
Lazimnya suatu testament berisi apa yang dinamakan “erfstelling”, yaitu penunjukan seorang atau beberapa orang menjadi ahli waris yang akan mendapat seluruh atau sebagian warisan. Selain itu juga suatu testament berisikan suatu “legaat”, yaitu suatu pemberian kepada seorang. Isi suatu testament tidak selalu terbatas pada hal-hal mengenai harta kekayaan saja, tetapi juga dapat berisikan mengenai penunjukan seorang wali untuk anak-anak si meninggal dan pengakuan anak luar kawin[3].
Menurut bentuknya, ada tiga macam testament, yaitu:
1). “Openbaar testament”, Suatu “Openbaar testament” dibuat oleh seorang notaris. Orang yang akan meninggalkan warisan menghadap pada notaris dan menyatakan kehendaknya. Notaris itu membuat suatu akta dengan dihadiri oleh dua orang saksi.
2) “Olographis testament”, suatu “Olographis testament” harus ditulis dengan tangan orang yang akan meninggalkan warisan itu sendiri. Kemudian harus diserahkan sendiri kepada notaris untuk disimpan. Penyerahan pada notaris harus dihadiri dua orang saksi dan dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup.
3) “Testament tertutup atau rahasia”. Testament rahasia juga harus dibuat sendiri oleh orang yang akan meninggalkan warisan, tetapi tidak diharuskan untuk menulis dengan tangannya sendiri. Suatu testament rahasia harus selalu tertutup atau disegel. Penyerahan pada notaris harus dihadiri oleh empat orang saksi, orang yang benjadi saksi haruslah orang yang dewasa, penduduk indonesia, mengerti bahasa yang digunakan dalam testament atau akta penyerahan itu.
Untuk dapat membuat suatu testament, seorang harus sudah mencapai umur 18 tahun atau sudah dewasa, atau sudah kawin meskipun belum berumur 18 tahun. Selanjutnya, orang yang akan membuat testament haruslah sungguh-sungguh mempunyai pemikiran yang sehat. Suatu testament dapat ditarik kembali, kecuali pada pemberian warisan yang telah diletakkan dalam suatu perjanjian perkawinan. Penarikan kembali testament dapat dilakukan secara tegas dan secara diam-diam. Secara tegas dengan artian diterangkan dengan tegas bahwa telah dibuat testament baru dan testament dahulu ditarik kembali. Secara diam-diam dengan artian testament baru telah dibuat dengan memuat pesan yang bertentangan dengan testament yang lama.
· Legitieme Portie
Para ahli waris dalam garis keturunan keatas maupun kebawah, berhak atas suatu legitieme portie. Legitieme portie yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan. Pengaturan mengenai legitieme portie ini oleh undang-undang dipandang sebagai suatu pembatasan kemerdekaan seseorang untuk membuat wasiat atau testament menurut kehendaknya sendiri[4]
.
· Golongan 1, pasal 852 a: bagian seorang isteri (suami), kalau ada anak dari perkawinan dengan yang meninggal dunia adalah sama dengan bagian seorang anak. Seorang janda (duda) bagaimanapun juga tidak boleh lebih dari ½ dari harta warisan. Tentang berapa besarnya legietime portie bagi anak-anak yang sah ditetapkan oleh pasal 914 B.W. yaitu: 1). Jika hanya ada seorang anak yang sah, maka legitieme portie nya berjumlah separuh (1/2) dari bagian yang sebenarnya diperolehnya sebagai ahli waris menurut undang-undang. 2). Jika ada dua orang anak yang sah, maka jumlah legietieme portie untuk masing-masing 2/3 dari bagian yang sebenarnya diperolehnya sebagai ahli waris menurut undang-undang. 3). Jika ada tiga orang anak yang sah.atau lebih dari tiga orang, maka jumlah legietieme portie itu menjadi ¾ dari bagian yang sebenarnya diperolehnya sebagai ahli waris menurut undang-undang.
· Golongan 2, pasal 854: jika golongan 1 tidak ada, maka yang berhak mewaris ialah: bapak, ibu, dan saudara.
Ayah dan ibu dapat:
1/3 bagian kalau hanya ada 1 saudara
1/4 bagian kalau ada lebih dari 1 saudara
Bagian dari saudara adalah apa yang terdapat setelah dikurangi dengan bagian dari orang tua.
Pasal 855: jika yang masih hidup hanya seorang bapak atau seorang ibu, maka bagiannya ialah:
1/2 kalau ada 1 saudara
1/3 kalau ada 2 saudara
1/4 kalau ada lebih dari 2 orang saudara
Pasal 856: kalau bapak dan ibu telah tidak ada, maka seluruh warisan menjadi bagiannnya saudara-saudara.
Pasal 857: pembagian antara saudara-saudara adalah sama, kalau mereka itu mempunyai bapak dan ibu yang sama.
· Golongan 3, pasal 858 ayat 1: jika waris golongan 1 dan 2 tidak ada, maka warisan dibelah menjadi dua bagian yang sama. Yang satu bagian
Diperuntukan bagi keluarga sedarah dalam garis bapak lurus ke atas, yang lain bagian bagi keluarga sedarah dalam garis ibu lurus keatas. Bagi seorang ahli waris dalam garis keturunan keatas, misalnya orang tua atau nenek, menurut pasal 915 B.W. jumlah legietime portie selalu separuh (1/2) dari bagiannya sebagai ahli waris menurut undang-undang.
· Golongan 4, pasal 858 ayat 2: Kalau waris golongan 3 tidak ada maka warisan jatuh pada seorang waris yang terdekat pada tiap garis.
Pasal 873 kalau semua orang yang berhak mewaris tidak ada lagi maka seluruh warisan dapat dituntut oleh anak diluar kawin yang diakui. Legietime portie untuk seorang anak luar kawin yang telah diakui menurut pasal 916 B.W adalah separuh (1/2) dari bagian sebagai ahli waris menurut undang-undang.
· Harta peninggalan yang tidak terurus
Dikatakan tidak terurus dengan artian bahwa jika ada suatu warisan terbuka dan tiada seorang pun yang tampil ke depan sebagai ahli waris atau orang-orang yang terkenal sebagai ahli waris semuanya menolak warisan itu. Dalam hal demikian, Balai harta peninggalan (weeskamer), dengan tidak menunggu perintah dari hakim, wajib mengurus warisan itu.
Jika setelah lewat 30 tahun termulai sejak terbukanya warisan belum juga ada seorang waris yang tampil ke muka atau melaporkan diri, maka weeskamer akan melakukan pertangungjawaban tentang pengurusan harta peninggalan itu kepada negara.
HUKUM KELUARGA
Hukum keluarga diartikan sebagai keseluruhan ketentuan yang mengenai hubungan hukum yang bersangkutan dengan kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan. Kekeluargaan sedarah adalah pertalian keluarga yang terdapat antara beberapa orang yang mempunyai keluhuran yang sama. Kekeluargaan karena perkawinan adalah pertalian kekeluargaan yang terdapat karena perkawinan antara seorang dengan keluarga sedarah dari isteri. Untuk terbentuknya suatu keluarga terlebih dahulu didahului dengan adanya perkawinan antara laki-laki dan perempuan, untuk kemudian menciptakan keturunan, dan memiliki ikatan darah.
· PERKAWINAN
Menurut KUH Perdata, perkawinan adalah persatuan seorang lelaki dan perempuan secara hukum untuk hidup bersama-sama. Hidup bersama-sama ini dimaksudkan untuk berlangsung selamanya. Perkawinan adalah suatu hal yang mempunyai akibat yang luas didalam hubungan hukum antara suami dan isteri. Dengan perkawinan itu timbul suatu ikatan yang berisi hak dan kewajiban. Hubungan sumi isteri itu mempunyai tujuan yaitu melangsungkan keturunan. Sebelum perkawinan maka terlebih dahulu dilakukan pertunangan, dan hal ini diatur dalam undang-undang yaitu pasal 58. Perkawinan dianggap sah bila syarat formil dan materiil terpenuhi. Syarat materiil dapat diperinci lagi antara syarat materiil absolut dan syarat relatief. Syarat materiil absolut adalah syarat yang mengenai pribadi seorang yang harus diindahkan untuk perkawinan pada umumnya[5].
Tentang berlakunya B.W, buku ke-1 bagi orang-orang yang tunduk pada B.W. pada umumnya dapat dinyatakan bahwa itu tentunya berlaku bagi golongan eropah, selanjutnya golongan Tionghoa kecuali Bab II perihal akta catatan sipil dan Bab IV, bagian 2 dan 3 tentang cara-cara sebelum dilangsungkannya perkawinan dan pencegahan perkawinan. Hal-hal dalam B.W dalam buku I yang tidak berlaku bagi golongan Tionghoa, diatur dalam stbl 1917- 180 jo 1919 - 81
· KETURUNAN
Seorang anak sah (wettig kind) ialah anak yang dianggap lahir dari perkawinan yang sah antara ayah dan ibunya. Sehubungan dengan itu, untuk dapat dipastikan anak itu sungguh anak ayahnya, maka oleh undang-undang ditetapkan tenggang kandungan yang paling lama yaitu 300 hari dan suatu tenggang kandungan yang paling pendek yaitu 180 hari. Jika seorang anak dilahirkan sebelum lewat 180 hari setelah hari penikahan orang tuannya, maka ayahnya berhak menyangkal sahnya anak itu[6].
Anak yang lahir diluar perkawinan, dinamakan “natuurlijke kind”. Ia dapat diakui atau tidak diakui oleh ayah atau ibunya. Menurut sistem yang dianut oleh B.W dengan adanya keturunan diluar perkawinan saja belum tejadi suatu hubungan keluarga antara anak dengan orang tuannya. Barulah dengan “Pengakuan” (erkenning) lahir suatu pertalian kekeluargaan dengan akibat-akibatnya (terutama hak mewaris) antara anak dengan orang tuanya yang mengakuinya. Langkah lebih lanjut dari pengakuan yaitu “Pengesahan”. Untuk pengesahan diperlukan kedua orang tua yang mengakuinya. Pengakuan yang dilakukan pada hari pernikahan juga membawa pengesahan anak. Jika kedua orang tua yang kawin belum melakukan pengakuan terhadap anaknya yang lahir sebelum pernikahan, pengesahan anak hanya dapat dilakukan dengan “surat-surat pengesahan” (brieven van wettging) oleh Kepala Negara (Presiden) dengan terlebih dahulu meminta pertimbangan M.A
· KEKUASAAN ORANG TUA (ouderlijke macht)
Seorang anak yang sah sampai pada waktu ia mencapai dewasa atau kawin, berada dibawah kekuasaan orang tuannya selama kedua orang tuanya terikat dalam hubungan perkawinan. Kekuasaan orang tua mulai berlaku sejak lahirnya anak atau sejak hari pengesahannya dan berakhir pada waktu anak itu menjadi dewasa atau kawin. Kekuasaan orang tua tidak saja meliputi diri si anak yaitu memelihara dan mendidik anak (alimentasi), tetapi juga meliputi benda atau kekayaan si anak itu[7]. Orang tua mempunyai “vruchtgenot” atas benda atau kekayaan anaknya yang belum dewasa, yaitu mereka berhak untuk menikmati hasil atau bunga dari benda atau kekayaan si anak. Selain itu orang tua wajib memelihara dan menjaga benda itu sebaik-baiknya, sedangkan untuk biaya pemeliharaan dan pendidikan si anak harus dianggap sebagai imbalan dari “vruchtgenot” tersebut. Kekuasaan orang tua dapat dibebaskan bilamana terdapat alasan bahwa orang tua tersebut tidak cakap atau tidak mampu untuk melakukan kewajiban memelihara dan mendidik anaknya, dan kekuasaan orang tua juga dapat dicabut bila orang tua tersebut melalaikan kewajibannya sebagai orang tua terhadap anak, berkelakuan buruk, dan dihukum karena suatu kejahatan.
· PERWALIAN (Voogdij)
Perwalian (Voogdij) adalah pengawasan terhadap anak yang dibawah umur, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh undang-undang. Anak yang berada dibawah perwalian adalah: a) anak sah yang kedua orang tuanya telah dicabut kekuasaannya sebagai orang tua, b) anak sah yang yang orang tuanya telah bercerai, c) anak yang lahir diluar perkawinan.
Jika salah satu orang tua meninggal, menurut undang-undang, orang tua yang lainnya dengan sendirinya menjadi wali dari anak–anaknya. Perwalian ini dnamakan perwalian menurut Undang-Undang. Untuk anak diluar kawin, maka perwaliannya ada pada orang tua yang mengakuinya. Bilamana seorang anak tidak berada dibawah kekuasaan orang tua dan juga tidak mempunyai wali, maka hakim akan mengangkat seorang wali untuk anak atas permintaan salah satu pihak yang berkepentingan. Ada pula kemungkinan pengangkatan wali itu disebutkan sebelumnya dalam wasiat orang tuanya atau dinamakan perwalian menurut wasiat.
Ada golongan orang yang tidak dapat diangkat sebagai wali. Mereka itu, ialah orang yang sakit ingatan, orang yang belum dewasa, orang yang dibawah curatele, orang yang telah dicabut kekuasaanya sebagai orang tua.
Seorang wali diwajibkan mengurus kekayaan anak yang ada dibawah pengawasannya dengan sebaik-baiknya dan bertanggung jawab akan kerugian yang ditimbulkan karena pengurusan yang buruk. Dalam kekuasaannnya, seorang wali dibatasi oleh pasal 393 B.W, yang melarang seorang wali meminjam uang untuk si anak, ia pun tidak diperkenankan menjual, menggadaikan benda-benda yang tak bergerak, surat-surat sero, dan suran penagihan dengan tidak mendapat izin hakim terlebih dahulu.
· PENDEWASAAN (handlichting)
“Handlichting” ialah suatu penyataan tentang seorang yang belum mencapai usia dewasa sepenuhnya atau hanya untuk beberapa hal saja dipersamakan dengan seorang yang sudah dewasa. Permohonan untuk dipersamakan sepenuhnya dengan seorang yang sudah dewasa, dapat diajukan oleh seorang anak yang sudah mencapai umur 20 tahun kepada Presiden dengan terlebih dahulu mendapat nasihat M.A dengan melampirkan surat kelahiran atau lain-lain bukti yang menyatakan ia telah mencapai umur tersebut. Bila permohonan diluluskan, maka anak tersebut memperoleh kedudukan yang sama dengan orang dewasa. Hanyalah dalam pemberian izin kawin, pasal 35 dan 37 B.W, yaitu masih juga harus mendapat izin dari orang tuanya.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, Ali, 2004. “Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian”. Jakarta: Rineka Cipta
Prof. Subekti. 2003. “Pokok-Pokok Hukum Perdata”. Jakarta: Intermas
[1] Prof. Ali Afandi, S.H , “Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian”. Hal.7
[2] Prof. Ali Afandi, S.H , “Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian”. Hal.35-40
[3] Prof. Subekti. S.H. “Pokok-Pokok Hukum Perdata”. Hal. 106-111
[4] Prof. Ali Afandi, S.H , “Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian”. Hal.35-44
[5] Prof. Ali Afandi, S.H , “Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian”. Hal.95-101
[6] Prof. Subekti. S.H. “Pokok-Pokok Hukum Perdata”. Hal. 48-49
[7] Ibid. Pokok-pokok Hukum Perdata. Hal. 50-51
terimakasih, tulisan anda sangat bermanfaat bagi tugas saya hehe
BalasHapusterima kasih banyak,atas materi yg anda tulis sangat bermanpaat bagi saya maupun org lain yang melihat tulisan anda.
BalasHapusAlhamdulike
BalasHapusmantaaappppp
BalasHapus